TEMPO.CO, Yogyakarta - Dosen sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Susetiawan, menyatakan kehebohan tentang Florence Sihombing tidak perlu berujung penjara. Menurut dia, kehebohan ini bukan perkara kriminal, melainkan masuk dalam ranah etika. ”Polisi seharusnya tidak sekadar menangkap dan menahan kalau persoalannya hanya soal etika,” kata Susetiawan, Senin, 1 September 2014.
Dia berharap persoalan ini bisa diselesaikan secara adil. Ia juga berharap kasus Florence tidak dimanfaatkan sejumlah orang untuk mencari keuntungan. Persoalan ini, kata dia, jangan sampai menjadi semacam barang dagangan.
Ia menyatakan, secara sosiologis, masyarakat saat ini sudah sangat berubah. Dahulu, orang mungkin diam jika merasa dirugikan. Saat ini daya kritis masyarakat telah tumbuh. Melontarkan kritik bersama terhadap sesuatu yang merugikan kepentingan bersama bukan hal yang perlu dipendam lagi.
Kritik masyarakat terhadap Florence lantaran tidak mau mengantre di stasiun pengisian bahan bakar umum adalah hal yang wajar. Sebagian masyarakat menganggap tindakan Florence sebagai sesuatu yang tidak etis atau melanggar tatanan masyarakat.
Susetiawan menambahkan, dari sisi demokrasi, saling kontrol dalam tatanan sosial adalah hal yang baik. Hal tersebut bisa mencegah demokrasi disusupi anarkisme. “Tapi ini jangan sampai dibawa ke konflik horizontal yang mengarah pada kekerasan atau pemenjaraan,” kata Susetiawan.
Dia berharap pemberitaan tentang Florence tidak diseret ke persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan. Seharusnya media menyajikan informasi tentang kontrol sosial terhadap struktur penegakan hukum.
Jurnalis mesti paham dahulu apakah sebuah persoalan masuk dalam wilayah hukum atau etika sosial. “Kalau informasi media disajikan dengan baik dan benar, maka kelompok yang mengadukan Florence pun bisa dikontrol oleh masyarakat,” kata Susetiawan.
SHINTA MAHARANI