TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim dalam sidang kasus suap pemilu Bupati Lebak, Banten, yang melibatkan Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah menolak tuntutan jaksa penuntut umum agar mencabut hak politik Atut. "Pencabutan hak politik tidak relevan karena terdakwa sudah cukup memenuhi dakwaan primer dengan hukuman penjara," kata ketua majelis hakim Matheus Samiadji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 1 September 2014.
Selain itu, pertimbangan untuk menolak mencabut hak politik Atut didasarkan pada argumen bahwa Atut masih diadili dalam perkara tindak pidana korupsi lainnya. Menurut majelis hakim, hukuman pencabutan hak politik akan menjadi seleksi yang sifatnya natural apabila juga dipertimbangkan pada sidang kasus korupsi lain yang melibatkan Gubernur Banten nonaktif tersebut. (Baca: ICW: Atut Semestinya Dituntut Hukuman Maksimal)
Majelis hakim juga merasa masyarakat sudah cerdas dalam menentukan pilihan politik. Artinya, hakim beranggapan, bila Atut maju sebagai kandidat kepala daerah melalui pemilu, masyarakat akan memiliki penilaian sendiri ihwal sepak terjangnya yang pernah tersangkut kasus korupsi. "Masyarakat yang akan menilai pantas-tidaknya terdakwa menjadi pemimpin," kata Matheus. (Baca: Ulama Desak KPK Usut Kasus Atut)
Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten nonaktif, terjerat kasus suap pemilihan Bupati Lebak, Banten. Ia diduga turut menyuap Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana. Mereka memberikan uang sebesar Rp 1 miliar kepada Akil untuk memenangkan pasangan calon Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, yang saat itu sedang bersengketa ihwal hasil pemilu bupati.
RAYMUNDUS RIKANG R.W
Baca juga:
Akhirnya, Florence 'Ratu SPBU' Bebas dari Tahanan
Bulan Ini, EE Mangindaan Tinggalkan Kursi Menteri
Begini Syarat Polisi Tangkap Kartel Narkoba di LP
Ekspor Minyak Mentah Indonesia Lesu