TEMPO.CO, Jakarta: Pasca-berkenalan dengan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada 2009, Khalilur Rahman Abdullah bekerja sama untuk membuka tambang batu bara di Kutai Timur, Kalimantan Timur. "Nazar ingin buka 100 ribu hektare pertambangan," ujarnya ketika bersaksi di persidangan kasus Hambalang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 1 September 2014.
Nazar dan Lilur memilih batu bara di Kutai Timur karena meski pun kualitasnya kurang bagus namun secara ekonomi tetap akan menguntungkan. "Karena itu saya mengajukan permohonan 10 perizinan perusahaan kepada Bupati Kutai (Isran Noor)," ujar Lilur. Salah satu perusahaan yang mereka dirikan adalah PT Arina Kota Jaya yang dimiliki Nazar. (Baca: Ibas Akan Gugat Nazaruddin Secara Perdata)
Nazar, menurut Lilur, memberinya cek senilai Rp 12,5 miliar untuk membangun pertambangan itu. Tapi cek tersebut baru dicairkan Rp 2,5 miliar. Dari uang itu Lilur menggunakannya untuk menyewa ahli geologi, mempersiapkan kantor, dan survei lapangan. Pun, pemerintah Kabupaten Kutai Timur mematok jaminan Rp 1 miliar untuk setiap perusahaan yang akan berinvestasi.
Untuk mensurvei lokasi pertambangan, Lilur meminta bantuan kepada Kepala Dinas Pertambangan Kutai, Wijaya Rahman. Wijaya Rahman menyanggupi mengerahkan anak buahnya untuk membantu Lilur survei lokasi. Lilur memberikan upah Wijaya cek sebesar Rp 500 juta. "Namun cek tersebut kosong," ujar Lilur.
Tidak lancarnya aliran dana dari Nazar membuat berang Lilur. Lilur cekcok dengan Nazar dan tidak melanjutkan kerja sama. Lilur mengklaim merugi lebih dari Rp 3 miliar untuk menalangi proyek tersebut. "Saya memberikan Rp 100 juta kepada Wijaya sebagai kompensasi cek kosong itu," kata Lilur. (Simak: Ajudan Nazar Akui Pernah Antarkan Uang buat Ibas)
Lilur membantah pernah mengadakan pertemuan dengan Isran, Nazar, dan Anas di Hotel Sultan pada awal 2010. Lilur tidak tahu-menahu ihwal hanya PT Arina Kota Jaya yang memperoleh izin usaha pertambangan seluas 5-10 ribu hektare. "Saya sudah tidak bekerja dengan Nazar," ujar Lilur ketika ditanya pengetahuannya soal izin PT Arina Kota Jaya yang keluar pada Maret 2010.
Dalam persidangan yang sama, Isran membantah pernah menerima uang dalam meloloskan izin PT Arina. Isran mengaku tidak ada sama sekali pemungutan biaya dalam perizinan tambang batu bara itu. Pun, ihwal survei lokasi. Survei koordinat lokasi dilakukan dengan menggunakan peralatan yang canggih.
Isran mengatakan ada 10 perusahaan yang mengajukan perizinan secara bersamaan waktu itu. "Hanya PT Arina Kota Jaya yang layak," ujarnya. Kesemua permohonan dibawa oleh Lilur. Isran bersaksi dirinya tidak mengenal Lilur secara personal. Ia pun kembali menegaskan adanya biaya administrasi atas perizinan. "Saya tidak tahu uang-uang tersebut."
ANDI IBNU RUSLI
Baca juga :
Cerita Korban Dugaan Pelecehan oleh Gubernur Riau
Ibas Bantah Terima Uang dari Nazaruddin
Ronaldinho Segera Main di ISL
Pilot Garuda Meninggal, Diduga Serangan Jantung
Kronologi Penangkapan Dua Polisi RI di Malaysia