TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai keengganan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) seperti mengulang masa lalu.
"Seperti peralihan pemerintahan dari Megawati ke SBY tahun 2004," ujarnya di Hotel Pullman pada Senin, 1 September 2014. Saat itu, Presiden Megawati Soekarnoputri menolak menaikkan harga BBM karena menunggu hasil pemilihan presiden 2004.
Beban menaikkan BBM tersebut kemudian menjadi tanggung jawab SBY, yang meneruskan kepemimpinan Megawati. Pola ini terlihat sama dengan keadaan peralihan pemerintahan dari SBY ke Jokowi saat ini. (Baca: Demokrat Sebut Alasan SBY Tak Naikkan Harga BBM)
Menurut Burhanuddin, SBY sedang memainkan sebuah power game. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 disusun oleh pemerintahan saat ini, dan harus disetujui oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2010-2014. Sedangkan DPR saat ini dikuasai partai yang mendukung SBY: Partai Demokrat. "Sebagai aktor politik, ia sedang berusaha menaikkan nilai tawarnya," ujar Burhanuddin.
Tingkah SBY ini juga dipicu ketidakpastian apakah Demokrat akan mendekat ke Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Jokowi-JK atau tidak. Posisi SBY saat ini menentukan intonasi kecondongan Demokrat terhadap koalisi Jokowi. "Tapi, kalau begini, ya apa bedanya SBY dan Megawati saat itu? Sama saja ternyata," tutur Burhanuddin sambil tertawa.
URSULA FLORENE SONIA