TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Wali Kota Jakarta Utara Tri Kurniadi mengatakan hari ini pihaknya akan menuntaskan pembebasan lahan di Kalibaru, Jakarta Utara. Ada lima rumah yang masih tersisa dari penggusuran bulan lalu. "Lima rumah, sekitar 640 meter persegi. Ada dua bangunan permanen dan tiga semipermanen" kata Tri di Kalibaru, Rabu, 3 September 2014.
Tri mengatakan pemerintah telah menetapkan ganti rugi sebesar Rp 1,9 juta per meter persegi. Dana ganti rugi tersebut dititipkan dengan sistem konsinyasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam prosesnya, pemilik rumah sempat memprotes penggusuran ini. Sebab, mereka mengaku belum menerima uang ganti rugi. "Kami belum terima uang, kok, dipaksa pindah. Terus kami mau ke mana," ujar salah satu korban penggusuran, Rohilah, 38 tahun.
Sebelumnya ada 81 rumah yang telah dibebaskan, dari total keseluruhan 86 rumah di Jalan Kalibaru Barat, RT 13 RW 12. Lima di antara pemilik rumah itu menolak saat eksekusi pertama. Karena itu, Pemerintah Kota Jakarta Utara memberi waktu tambahan selama dua pekan untuk warga yang masih tinggal. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, mereka tak kunjung pindah.
"Kami sudah memberi waktu lama. Makanya, hari ini dibongkar paksa," kata Sekretaris Kota Jakarta Utara Junaedi.
Pembebasan lahan ini terkait dengan rencana pembangunan jalan tol akses Tanjung Priok yang akan difokuskan pada konstruksi fly over Kalibaru. Letaknya di seksi E2-E2A, yakni Cilincing-Jampea, sepanjang 2,74 kilometer. Bekas lahan Kalibaru tersebut akan dibangun satu set atau delapan pilar penyangga jalan tol. (Lihat: 29 Rumah di Kalibaru Hangus Dilahap Si Jago Merah)
Aksi protes warga mewarnai proses pembebasan lahan di Kalibaru yang dituntaskan hari ini. Tak hanya protes, anak-anak kecil dan lansia tampak menangis, tak rela rumah mereka dirobohkan.
"Mereka mengamankan rongsokan, hak kami tidak diamankan. Kami bukan warga liar," kata Rohilah sembari menahan air matanya saat perabot rumahnya dibereskan petugas, Rabu, 3 September 2014.
Rohilah mengatakan besaran uang ganti rugi tidak cukup untuk membeli rumah baru. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp 1,9 juta per meter persegi untuk pembebasan lahan tersebut. "Uang segitu dapat apa, iya kalau saya PNS (pegawai negeri sipil), bisa beli di perumahan," ujarnya.
Anak-anak Rohilah pun tampak menangis melihat proses penggusuran itu. "Tadi dia lagi tidur, jadinya kaget. Kasihan psikologis anak, dia sampai enggak mau sekolah," kata Rohilah.
Rohilah berkeras untuk mendirikan tenda di bekas rumahnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Siti Asiyah, 38 tahun. Dia memprotes penggusuran itu lantaran belum terima uang ganti rugi. "Kami sudah koordinasi dengan Pak Jokowi, katanya akan dipertimbangkan lagi. Tapi belum ada keputusan, kok, tiba-tiba digusur," kata Siti.
Sekretaris Kota Jakarta Utara Junaedi berujar bahwa pihaknya telah memberikan tenggat waktu selama 14 hari untuk mengosongkan rumah. Dua pekan itu terhitung sejak penggusuran pertama dilakukan, yakni pada pertengahan Agustus lalu. "Kalau dia belum terima, ya, wajar, wong mereka enggak mau ngambil uangnya di pengadilan. Kan, sudah kami titipkan ke sana, tinggal ambil," tutur Junaedi.
Meski demikian, proses pembebasan lahan Jalan Tol Tanjung Priok ini berjalan dengan lancar. Sebanyak 700 personel yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja, polisi, dinas kebersihan, dan kesehatan diturunkan untuk membantu pembebasan lahan.
DEWI SUCI RAHAYU
Berita Terpopuler
Foto Bugil Jennifer Lawrence Asli
Ketua KPK: Jero Wacik Lakukan Pemerasan
Diundang SBY, Prabowo Tak Datang
Pembelaan Jenderal Sutarman untuk Polisi 'Narkoba'
Bekas Dirut PPA Kecelakaan Di Tol Cipularang