TEMPO.CO, Situbondo - Organisasi pecinta satwa, ProFauna Indonesia, menolak rencana berdirinya pabrik pengolahan (smelter) nikel milik PT Situbondo Metallindo di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Pendirian smelter tersebut dinilai dapat mengancam kelestarian ekosistem dan satwa liar di Taman Nasional Baluran.
Juru kampanye ProFauna, Swasti Prawidya Mukti, mengatakan dari pantauan Profauna pada akhir Agustus 2014, pembukaan lahan PT Situbondo Metallindo hanya berjarak sekitar 500 meter dari pos masuk menuju taman nasional.
Padahal Baluran menjadi habitat satwa liar yang punya mobilitas tinggi, seperti banteng, kerbau liar, rusa, dan ajag. "Lalu-lalang kendaraan pabrik, misalnya, bisa mengancam satwa-satwa itu," kata dia dihubungi, Rabu, 3 September 2014. (Baca berita lain: Banteng Pembiakan Semi Alami Lahir di Baluran)
Limbah perusahaan tersebut, kata Swasti, juga akan berdampak serius terhadap lingkungan sekitar. Sebab, smelter membutuhkan banyak pasokan listrik dan batu bara sebagai bahan bakar.
Proses akhir smelter akan menghasilkan produk limbah padat berupa batuan dan gas buang S02. Saat menguap, senyawa S02 menyebabkan hujan asam sehingga dapat meningkatkan derajat keasaman tanah dan sumber air yang membahayakan bagi kelangsungan hidup vegetasi serta satwa. "Kami menuntut transparansi dari dokumen analisis masalah dampak lingkungan (amdal)," kata dia.
Baca Juga:
Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 ha merupakan habitat berbagai jenis satwa liar. Tercatat terdapat 217 jenis burung dan 26 jenis mamalia, di antaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).
PT Situbondo Metallindo merupakan perusahaan asal Tiongkok. Mereka berinvestasi sebesar Rp 4 triliun untuk membangun smelter di Situbondo dengan total produksi 243.600 ton ferronickel alloy per tahun. Awalnya, perusahaan itu akan membangun pabriknya seluas 100 hektare di Desa Lamongan, Kecamatan Arjasa, serta Desa Agel dan Desa Pesanggarahan Kecamatan Jangkar, Situbondo.
Sekretaris Pemerintah Kabupaten Situbondo Syaifullah mengatakan perusahaan itu memindahkan lokasi pembangunan pabriknya ke dekat taman nasional karena kesulitan mendapat lahan. "Banyak warga tak mau menjual lahannya, padahal target pengadaan lahan selama 1,5 tahun," kata Syaifullah.
Di Desa Wonorejo, PT Situbondo Metallindo menggunakan lahan tanaman kapuk milik PT Baluran seluas 360 hektare. Perusahaan ini, kata Syaifullah, sudah mengantongi perizinan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. "Tinggal menunggu izin dari pemerintah pusat," katanya.
Syaifullah menambahkan, bahwa smelter tidak akan berdampak negatif pada kelestarian Taman Nasional Baluran. "Perusahaan pasti punya solusi agar tidak mengancam Baluran yang nantinya tertuang dalam dokumen amdal," kata dia.
IKA NINGTYAS
Baca juga:
Rel Kereta Ganda Jalur Utara Kelar 100 Persen
Berstatus Tersangka, Bekas Wakil Bupati Dilantik Jadi Legislator
Polisi Kembalikan Lamborghini Lulung ke ATPM
Jero Wacik dan Kumpulan Aset Rp 16 Miliar