TEMPO.CO, Jakarta - Hasil sigi lembaga survei Sinergi Data Indonesia menyebutkan mayoritas Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar menganggap Ketua Umum Aburizal Bakrie kurang berhasil memimpin Partai Golkar. Alasannya, pengusaha Bakrie Group itu kurang mampu memuluskan konsolidasi partai sebagai ukuran keberhasilan ketua umum dalam memimpin Golkar.
"Yang menganggap Aburizal kurang berhasil sebanyak 47,40 persen. Sedangkan 46,10 persen menilai fokus kekurangberhasilan itu adalah konsolidasi partai," kata Barkah Pattimahu, Direktur Sinergi Data Indonesia, dalam jumpa pers Survei Pemilik Suara Golkar di Sofyan Inn Hotel, Tebet, Jakarta Selatan, kemarin. Lembaga ini mengklaim mengeluarkan biaya sendiri dalam survei itu. (Baca: Pendiri Golkar Cap Agung Laksono Pengkhianat)
Barkah memaparkan tolok ukur konsolidasi partai sebagai faktor utama keberhasilan memimpin Golkar berasal dari kesepakatan 48,70 persen responden partai Orde Baru itu. Meski demikian, Barkah menilai kekurangan Aburizal Bakrie tertutup oleh pendapat 42,30 persen responden yang menyebut Aburizal berhasil memimpin Golkar. Adapun 43,40 persen responden yakin konsolidasi partai berjalan cukup baik. "Apalagi yang menyebut Aburizal gagal memimpin Golkar hanya 5,10 persen. Adapun yang menilai gagal konsolidasi sebanyak 5,30 persen." (Baca: Kubu Agung Laksono Abaikan Taktik Aburizal Bakrie)
Survei ini melibatkan 156 responden dengan pengumpulan data melalui wawancara telepon pada 19-29 Agustus 2014. Responden berasal dari populasi 542 ketua dan sekretaris Golkar provinsi dan kabupaten/kota. Dengan pemetaan empat zona wilayah, yakni zona Sumatera, zona Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, zona Sulawesi dan Kalimantan, serta zona Kepulauan Maluku dan Papua. Sinergi mengklaim margin of error survei kurang-lebih 6,8 persen.
Menurut Barkah, responden yang kurang sreg atas kepemimpinan Aburizal mayoritas berasal dari Indonesia bagian timur, seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Pandangan politik kader Golkar itu berbeda dengan responden di zona Jawa, Bali, Sumatera, dan Nusa Tenggara. "Pandangan kader berbeda lantaran zona Indonesia timur merasa kurang diperhatikan oleh Aburizal," kata dia. (Baca juga: Agung Laksono: Golkar Sebaiknya Tak Jadi Oposisi)
Meski begitu, Barkah menilai surveinya belum bisa membuka peluang kader Golkar mendorong musyawarah nasional pada Oktober 2014. Alasannya, sebanyak 62,20 persen responden masih sepakat dengan keinginan Aburizal memimpin Golkar hingga 2015. Sebanyak 55,90 persen responden menganggap kebijakan oposisi Aburizal lebih bermanfaat.
Oleh karena itu, sosok Jusuf Kalla, wakil presiden terpilih, yang dianggap mendorong pelengseran Aburizal belum cukup kuat mempengaruhi internal Golkar. "Jumlah yang senang dengan kepemimpinan Aburizal masih cukup banyak," kata dia.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham membenarkan mayoritas kader partainya masih menganggap Aburizal pemimpin terbaik. Mereka tetap patuh atas keputusan partai yang beroposisi dan menggelar musyawarah nasional pada 2015. "Yang berwacana itu hanya segelintir saja, tapi secara keseluruhan taat azas," kata dia ketika dihubungi Tempo, Rabu, 3 September 2014. (Baca: Tiga Kader Golkar Gugat Ical Rp 1 Triliun)
Adapun juru bicara Jusuf Kalla, Poempida Hidayatulloh, mengatakan jumlah kader Golkar yang mendukung dan menolak Aburizal berimbang. Poempida menganggap semua itu tidak menutup peluang musyawarah Golkar pada Oktober nanti. Apalagi, sejumlah pendiri Golkar terus berkonsolidasi untuk mendorong kader menaati aturan partai menggelar musyawarah tahun ini. "Ketika terjadi sebuah komunikasi yang intensif, semua bisa berubah, waktu masih cukup panjang," kata dia.
TRI SUHARMAN
TERPOPULER
Makam Nabi Muhammad Akan Dipindahkan
Pembelaan Jenderal Sutarman untuk Polisi 'Narkoba'
Ini Alasan Pemindahan Makam Nabi Muhammad
Misteri Batu Berjalan di Lembah Kematian Terkuak