TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggandeng organisasi masyarakat keagamaan dan lembaga swadaya masyarakat untuk mencegah merebaknya politik uang dalam pemilihan umum. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan upaya ini menindaklanjuti hasil sigi bagian penelitian dan pengembangan KPK soal integritas pemilu. (Baca: MUI Minta Pemuka Agama `Melek` Seluk-beluk Korupsi)
"Kami analisis banyak hal menarik dan relevan dengan peran ormas agama dan LSM. Pendekatan kami lebih pada meng-inline-kan peran masyarakat sipil," ujar Busyro, Jumat, 5 September 2014. Menurut dia, ada beberapa hal yang menarik dari hasil polling tersebut. Antara lain, ada 85 persen responden dengan pendidikan S-1 ke atas menjawab hal yang lumrah kalau ada pemberian uang dalam pemilu.
"Ini persoalan 'permisifisme' dan 'permisifitas', dan terjadi 'permisifikasi' dalam pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah, dan presiden," ujar mantan Ketua Komisi Yudisial tersebut. Dia menuturkan peta masyarakat ini menjadi terganggu dengan adanya politik uang. Menurut dia, agama menjadi alat kontrol tata kelola negara yang di sana-sini banyak masalah. (Baca: Pesantren Jadi Lahan Empuk Pencucian Uang)
Perwakilan Wali Gereja Indonesia, Yani kardono, mendukung program pencegahan KPK. Hal ini sejalan dengan program lembaganya dalam memberikan pendidikan dalam memilih calon dengan melihat rekam jejak dan integritasnya. Dukungan senada diungkapkan perwakilan dari agama Hindu, Yanto Jaya.
Perwakilan dari Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadanil, mengakui besarnya praktek politik uang. Menurut dia, hasil survei Tim Litbang KPK perlu dikaji lebih dalam. Kita harus mendidik agar warga tidak toleran terhadap praktek politik uang.
LINDA TRIANITA