TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan Zarkasih Nur pesimistis rencana pencopotan Ketua Umum Suryadharma Ali bisa berjalan mulus. Soalnya, Suryadharma telah mencium strategi politik itu.
Suryadharma diduga telah membentengi diri melalui dukungan pengurus pusat PPP. "Saya dapat info mereka akan menggelar rapat Selasa malam untuk memperkuat kekuatan," kata Zarkasih kepada Tempo, Ahad, 7 September 2014.
Pernyataan serupa sebelumnya diungkapkan Wakil Ketua Umum Suharso Monoarfa. Menurut dia, pemberhentian sementara Suryadharma itu sudah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partainya. "Selanjutnya bisa memilih pelaksana tugas ketua umum untuk menyusun kepanitiaan muktamar."
Suryadharma dianggap melanggar konstitusi partai karena ikut mengkampanyekan partai Gerakan Indonesia Raya dalam pemilu legislatif. Dia kemudian dituduh bergabung dalam Koalisi Merah Putih tanpa melalui mekanisme partai. Kasus ini membuat Suryadharma sempat dinonaktifkan oleh pengurusnya pada 18 April lalu. Namun dia kembali diangkat setelah islah dalam Rapat Pimpinan Nasional PPP di Cisarua, Bogor, pada 23 April lalu.
Belakangan bekas Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan duit mencurigakan hingga Rp 230 miliar dalam pengelolaan dana haji tahun 2004-2012.
Namun, hingga berita ini ditulis, Suryadharma tak berhasil dihubungi. Dia juga tak mengangkat telepon dan tak membalas pesan pendek Tempo.
Meski demikian, Syaifullah Tamliha, Wakil Sekretaris Jenderal PPP yang berasal dari kubu Suryadharma, menyatakan aturan partai memang mengatur pemberhentian ketua umum partainya bila terkena ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Tapi aturan itu tidak bisa dijadikan rujukan bila yang bersangkutan belum mendapatkan status hukum dari pengadilan tingkat akhir. "Karena seorang tersangka belum tentu terdakwa, dan terdakwa belum tentu jadi terpidana," katanya.
TRI SUHARMAN
Terpopuler
PDIP: Ada Mafia Migas Besar dan Recehan
Pria Ini Rela Membayar Rp 900 Juta untuk Ciuman
IP Address Penghina Ridwan Kamil di Jakarta
Ahok Pede Kasus Bank DKI Tak Ganggu Kinerja
'Polisi Syariat' Berpatroli di Jerman