TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu menyatakan pemilihan langsung kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat. Berdasarkan hasil penelitian, menurut dia, pilkada langsung justru merusak bangunan sosial dan moralitas masyarakat.
"Rakyat memilih siapa yang memberi uang," kata Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 8 September 2014.
Imbas pilkada ini, menurut Umam, senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Atas dasar alasan ini juga, Demokrat kukuh mengusung pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Yang menganggap baik itu hanya dibuat kaum menengah intelektual kota," tuturnya.
Tak hanya soal struktur sosial yang rusak, Umam menilai masyarakat jenuh dengan pemilihan. Secara kalkulasi, masyarakat di tiap daerah bisa mencoblos di enam kali pemilihan umum. Padahal output yang dihasilkan dalam pemilihan tersebut tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. "Indeks pembangunan manusia justru turun."
Dari sisi kuantitas, Umam mengingatkan ada 332 kepala daerah yang menjadi tersangka. Menurut dia, sebagian dari kepala daerah ini menjadi tersangka karena tersangkut kasus korupsi. Umam menilai gagasan pilkada langsung tak sesuai dengan cita-cita yang diinginkan.
Umam membantah pilkada oleh DPRD akan melokalisasi politik uang. Menurut dia, pengawasan terhadap korupsi akan lebih mudah dilakukan karena hanya perlu mengawasi 50-100 orang saja. Tak hanya itu, Umam juga tak sepakat jika pilkada oleh DPRD akan melanggengkan kartel politik. Menurut dia, konfigurasi politik lokal tidak akan sama dengan peta di pusat.
"Jangan bayangkan solid hingga ke bawah," ujarnya.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terpopuler
PDIP-Jokowi Tak Berkutik di Depan Koalisi Prabowo
Pengacara Jokowi Kritik Tim Transisi
Identitas Jack the Ripper Akhirnya Terungkap
Kalla: Wajar SBY Kritik Tim Transisi