TEMPO.CO, Jakarta - Hasyim Muzadi berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono arif dalam menyikapi Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla. "Saling menjaga etika politik," kata Hasyim yang menjadi salah satu penasihat Tim Transisi. Sebab, ujar dia, ujung dari Tim Transisi adalah pemerintahan baru yang menggantikan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II pimpinan SBY.
Pernyataan Hasyim yang mantan Ketua Umum PB NU disampaikan terkait dengan kritik dari Presiden SBY seusai sidang kabinet, Jumat, 5 September 2014. SBY mengatakan proses transisi harus diartikan sebagai masa persiapan pemerintah terpilih, sebelum benar-benar dilantik pada 20 Oktober 2014. Sebelum itu, kata SBY, semua hal yang berkaitan dengan pemerintahan merupakan tanggung jawabnya. (Baca: Tiga Sebab Ini Bikin SBY Kesal pada Tim Transisi)
Pernyataan SBY ini ditindaklanjuti dengan surat edaran Sekretaris Kabinet Dipo Alam ke semua menteri untuk tidak menerima anggota Tim Transisi sebelum berkoordinasi terlebih dulu dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Kesra, dan Polkam, serta Mensesneg. (Baca: Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf)
Pada sisi lain, Hasyim berharap Tim Transisi melaksanakan tugasnya dengan hati-hati dan cermat karena merupakan mekanisme intern dari tim Jokowi-JK. "Sehingga dia bersifat pasif dan analitis, tidak operatif," katanya di Padepokan Arum Sabil, Tanggul, Jember, Senin malam, 8 September 2014. (Baca: Kalla: Wajar SBY Kritik Tim Transisi)
Jika ingin keluar dari kandangnya, dia mengatakan, Tim Transisi harus izin yang punya kekuasaan, yaitu Presiden SBY. Hasyim mengakui tingginya polaritas dari Tim Transisi disebabkan kemauan orang untuk menjadi pejabat sehingga menjadi fokus perhatian orang dan fokus pemberitaan. "Nah, ini yang membentuk opini seolah-olah ada kekuasaan kembar di Indonesia," ujarnya.
DAVID PRIYASIDHARTA
Terpopuler:
PDIP-Jokowi Tak Berkutik di Depan Koalisi Prabowo
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi