TEMPO.CO, Banyuwangi - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Slamet Effendi Yusuf mengatakan secara hukum klausul pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung mungkin diubah karena aturan itu hanya perintah undang-undang, bukan UUD 1945.
Menurut Slamet, sesuai amanat UUD 1945, pemilihan langsung hanya untuk presiden dan wakil presiden. “Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat merupakan perintah konstitusi, berbeda dengan pilkada,” kata dia di Banyuwangi, Senin petang, 8 September 2014. (Baca: Gamawan Ingin RUU Pilkada Segera Disahkan)
Baca Juga:
Dalam Pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kata Slamet, hanya tertera bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. “Nah, terjemahan demokratis itu maknanya bisa dipilih langsung oleh rakyat maupun DPRD asalkan tetap demokratis,” ujarnya.
Slamet menyatakan bahwa saat ini banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Hal ini merupakan salah satu akibat dilakukannya pilkada langsung yang berbiaya tinggi. Banyak calon kepala daerah menyuap rakyat demi memenangkan pilkada. “Yang dibeli suara rakyat, padahal rakyat pemegang tertinggi kedalautan negara,” ucapnya. (Baca:JK: Pemilihan Bupati oleh DPRD Rentan Transaksi).
Slamet juga menjelaskan bahwa pilkada oleh DPRD tak selalu berefek buruk karena sangat tergantung pada proses yang terjadi. Meski menegaskan sikapnya terkait dukungannya terhadap pilkada tak langsung tersebut, ia berkata, “Saya serahkan finalnya kepada DPR RI."
Mantan Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi juga setuju bila pilkada dikembalikan ke DPRD. “Secara pribadi saya dan kiai-kiai lebih aman dikembalikan ke DPRD karena tidak ada lagi manuver politik ke kiai,” katanya saat berada di Banyuwangi. (Baca juga: Pemerintah Dukung Sistem Pilkada Langsung).
Hasyim mengatakan dirinya telah mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD sejak lima tahun lalu. Menurut dia, memang ada berbagai efek negatif bila pilkada lewat DPRD, seperti terjadinya transaksi politik antara calon kepala daerah dengan anggota DPRD. Namun, efek negatif itu tidak sampai meracuni rakyat. “Akumulasi pembicaraan politik secara terbuka maupun tertutup hanya terjadi di DPRD,” ujarnya.
IKA NINGTYAS
Terpopuler:
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
Begini Peta Kekuatan Jokowi-Prabowo di DPR