TEMPO.CO, Bojonegoro - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa harus mendengar suara kadernya yang terpilih menjadi bupati atau wali kota ketimbang mengakomodasi kepentingan Koalisi Merah Putih. "Pemilihan lewat DPRD itu menyandera suara rakyat," kata Bupati Bojonegoro Suyoto kepada Tempo, Selasa, 9 September 2014.
Pernyataan Suyoto, yang menjabat Ketua PAN Jawa Timur, disampaikan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang hari ini bakal diputuskan di DPR. Partai Demokrat, Golkar, PAN, Gerindra, PPP dan PKS sepakat bahwa pemilihan gubernur dan bupati dilakukan melalui DPRD. (Baca: Gamawan Ingin RUUPilkada Segera Disahkan)
Partai-partai itu tergabung dalam Koalisi Merah Putih atau pendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014. Sedangkan PDIP, PKB, dan Hanura yang mendukung pasangan Jokowi-Kalla setuju jika pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat seperti yang dilakukan sejak tahun 2004. (Baca: RUU Pilkada Kemunduran Demokrasi)
Sebelum Suyoto, Wali Kota Bogor Bima Arya yang menjadi pimpinan PAN juga menolak RUU Pilkada tersebut. Bima menjelaskan proses itu sebagai titik kemunduran demokrasi sehingga mengakibatkan demokrasi menjadi tak bermakna. "Saya melihat keinginan untuk kembali ke sistem dimana kepala daerah diputuskan oleh DPRD adalah langkah mundur,” kata Bima Arya kepada media. (Baca: Bupati Bantaeng: RUU Pilkada Kental Motif Politik)
Suyoto mengatakan jika alasan Koalisi Merah Putih untuk menghemat biaya, tentu ini sifatnya relatif. Menurut dia, pilihan langsung memang melibatkan masyarakat dan mengajarkan warga untuk berdemokrasi. Proses ini menjadi sesuatu yang menarik karena secara langsung dapat menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat dan lebih banyak manfaatnya.
Dia mencontohkan dirinya ketika mencalonkan diri menjadi Bupati Bojonegoro selama dua periode (tahun 2007-2012 dan tahun 2012-2017). Pada pencalonan periode pertama, dia hanya didukung sekumpulan partai kecil. Begitu juga saat pemilihan kedua yang tidak banyak didukung partai-partai besar. "Saya tidak terpengaruh politik balas budi selama menjadi bupati," katanya. Selain itu, ujarnya, biaya politik tidak sebesar yang dibayangkan.
Suyoto menjelaskan model pemilihan langsung menciptakan pembangunan yang berkelanjutan antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat. Warga secara langsung ikut dilibatkan dalam proses pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Dalam arti, partisipasi politiknya ikut terlibat secara langsung di pemerintahan.
Sebaliknya justru terjadi jika pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Suyoto menjelaskan proses itu berdampak kurang bagus karena paralel dengan desentralisasi dan politik oligarki. Artinya, bakal memunculkan kekuatan elite politik dan praktek kekuasaan hanya dinikmati orang-orang tertentu saja.
Suyoto menjelaskan sikap penolakannya terhadap RUU Pilkada sudah disampaikan ke kader-kader PAN di Jawa Timur. "Saya sependapat dengan Mas Bima Arya, Wali Kota Bogor," katanya.
SUJATMIKO
Berita Terpopuler:
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung