TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akhirnya merestui usulan Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji ukuran 12 kilogram. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan langkah tersebut diambil pemerintah untuk memangkas beban kerugian yang ditanggung Pertamina.
"Pemerintah mendukung usulan Pertamina mengenai besarannya diserahkan ke mereka," ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Senin petang, 8 September 2014. (Baca: Harga Elpiji 12 Kg Naik, Chatib: Inflasi Tidak Besar)
Menurut Chairul, harga keekonomian elpiji yang dijual Pertamina jauh di bawah harga pasar. Saat ini harga jual elpiji nonsubsidi tersebut sebesar Rp 6.100 per kilogram, sementara harga keekonomian mencapai Rp 12.100 per kilogram. "Selisihnya harga Rp 6.000, tentu akan memberatkan keuangan Pertamina," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, tutur dia, pemerintah akhirnya merestui permintaan kenaikan tersebut. Namun dia menyatakan kenaikan yang akan ditempuh perusahaan pelat merah itu tidak membebani masyarakat. "Walaupun mayoritas konsumen 12 kilogram berada di kota dan menengah ke atas."
Pemilik Bank Mega itu menyatakan hingga kini kementeriannya belum bisa membeberkan kapan dan besaran kenaikan tersebut. "Tanya mereka, tidak lama lagi Pertamina akan mengumumkan hal tersebut," ujarnya.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya menuturkan pihaknya belum bisa membocorkan berapa besaran kenaikan yang akan diterapkan. Ia mengaku telah mendapatkan restu tersebut dari pemerintah dan segera menggelar rapat dalam waktu dekat. "Soal besaran dan waktunya (naik) nanti, saya kabari secepatnya," ujarnya. (Baca: Harga Elpiji 12 Kg Naik, Gas Melon Bakal Diserbu)
Sebelumnya, juru bicara PT Pertamina, Ali Mundakir, mengatakan pihaknya akan menaikkan harga elpiji 12 kilogram secara bertahap dengan kisaran Rp 1.000-1.500 hingga 2016 mendatang.
Langkah ini dilakukan untuk menghapus kerugian akibat harga jual di bawah harga keekonomian. Dalam perhitungannya, jika kenaikannya sebesar Rp 1.000 per kilogram, Pertamina berpotensi menekan kerugian hingga Rp 80 miliar per bulan.
Hingga semester pertama tahun ini, Pertamina mencatat kerugian sebesar Rp 2,81 triliun. Sedangkan untuk hitungan satu tahun kalender, kerugiannya mencapai Rp 5 triliun. Angka tersebut dihitung pada harga kontrak (contract price) Aramco sebesar US$ 917 per metrik ton.
JAYADI SUPRIADIN
Baca juga:
Ahok Soal RUU Pilkada: Kepala Daerah Bisa Jadi Sapi Perah DPRD
Warga Lereng Kelud Kesulitan Akses BPJS
Parkir Liar, Ahok: Setelah Mobil, Nanti Motor
Bantahan Wakapolri Soal Beking Ekspor Timah Ilegal
Roy Suryo Usulkan UU Etika Berinternet