TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara tidak langsung oleh DPR daerah semakin menguatkan kartel politik.
"Kartel politik akan diikat dan difasilitasi oleh finansial (uang)," kata dia ketika dihubungi Tempo, Selasa, 9 September 2014. (Baca: Refly Harun: Ada Banyak Cara Menghemat Pilkada)
Partai-partai yang notabene kecil dan baru, kata Haris, akan semakin mengecil peluangnya untuk memenangi pilkada dengan cara tidak langsung. "Atau bisa juga, partai-partai kecil lebih leluasa memperdagangkan suaranya dengan harga yang amat mahal kepada partai besar. Sudah pasti akan seperti itu," kata dia.
Menurut Haris, pemerintahan yang dihasilkan pilkada oleh DPRD akan jauh lebih kolusif dan transaksional dibandingkan dengan pilkada secara langsung oleh rakyat.
Kartel politik, kata Haris, adalah oligarki partai. Oligarki itu otomatis akan terbentuk. "Esensi demokrasi semakin kabur, bahkan bisa dikatakan demokrasi dibajak oleh oligarki," kata dia. (Baca: Ahok Soal RUU Pilkada: Kepala Daerah Bisa Jadi Sapi Perah DPRD)
Seperti diketahui, pekan ini pemerintah dan DPR sedang membahas revisi Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah. Satu bagian yang hendak diubah adalah mekanisme pemilihan secara langsung.
Kementerian Dalam Negeri mengusulkan pemilihan oleh DPRD. Partai Demokrat bersama sejumlah partai lain mendukung usul tersebut. Di lain pihak, PDI Perjuangan berupaya mengembalikan pemilihan secara langsung.
RIDHO JUN PRASETYO
Berita Lain
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf