TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan corak demokrasi di Indonesia adalah perwakilan, bukan demokrasi langsung.
"Di Indonesia, istilah yang benar itu pemilihan langsung tapi dalam konteks demokrasi. Namun, sekarang malah mencuat demokrasi perwakilan seperti di banyak negara demokrasi saat ini. Sebab, demokrasi langsung hanya terjadi di zaman Yunani kuno," kata dia ketika dihubungi Tempo, Selasa, 9 September 2014. (Baca: Ahok Soal RUU Pilkada: Kepala Daerah Bisa Jadi Sapi Perah DPRD)
Syamsuddin berujar Indonesia menganut sistem presidensil. Maka konsekuensinya, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung. Sedangkan jika pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilakukan oleh DPRD, berarti yang terjadi adalah sistem parlementer.
Padahal, Indonesia tidak menganut sistem parlementer. Kata “demokratis” dalam Pasal 18 ayat 4, katanya, sudah ditafsirkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. "Bahwa pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat, bukan oleh parlemen. Tidak ada tafsir lain," kata dia. (Baca: Refly Harun: Ada Banyak Cara Menghemat Pilkada)
Syamsuddin menjelaskan jika nanti hasil pengesahan RUU Pilkada ternyata dipilih oleh DPRD, dia meyakini Mahkamah Konstitusi akan membatalkannya. "Mestinya akan ada yang menggugat dan MK akan membatalkannya karena MK akan menggunakan tafsir yang sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004," kata dia.
RIDHO JUN PRASETYO
Berita Lain
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf