TEMPO.CO, Ponorogo - Puluhan orang tampak mengerumuni satu lubang pada tanah di Dusun Joso, Desa Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Tali timba dan jajaran jeriken ada bersama mereka. "Banyak sumur sudah mengering. Tinggal tersisa di sini," kata Gemin, seorang di antara kerumunan itu, Kamis, 11 September 2014.
Antrean warga yang hendak mendapatkan air bersih di sumur itu belakangan kerap terlihat setiap pagi. Sekali antre, waktu mereka bisa habis sampai berjam-jam. Pada Kamis pagi itu saja ada hampir 50 orang yang menunggu giliran untuk bisa menimba air. (Baca juga: Kekeringan Terjadi di Banyak Daerah).
"Setiap pagi kami harus antre agar bisa kebagian air,” kata Paitun, 32 tahun, warga lainnya.
Paitun mengatakan ada pengantre yang berasal dari dusun setempat, tapi ada pula yang harus berjalan sejauh dua kilometer untuk mencapai sumur itu. Untuk membawa jeriken berisi air timbaan, ada warga yang mengendarai sepeda motor. Tapi ada juga yang berjalan kaki dengan menjinjing atau memikul jeriken.
Di sumur itu mereka bergantian menimba air. “Bukan hanya sulit mencari air untuk memasak. Para petani juga tidak bisa menggarap ladangnya,” ujar Gemin.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo, Setyo Budiono, menjelaskan bahwa krisis air melanda 14 desa yang tersebar di Kecamatan Slahung, Badegan, Jambon, Mlarak, Balong, Jenangan, dan Sawo. Desa-desa tersebut terletak di kawasan perbukitan kapur.
Setyo mengatakan, untuk untuk mengatasi krisis air, BPBD Ponorogo mengirim air bersih secara bergiliran karena keterbatasan jumlah armada transportasi. “Kami hanya memiliki tiga truk tangki,” katanya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Berita Terpopuler
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
RUU Pilkada, Jokowi Siap Terima Ahok Jadi Sekutu
Gerindra: Ahok Tak Tahu Terima Kasih