TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam mengatakan kepala daerah yang terpilih melalui DPRD setiap tahun selalu direpotkan oleh para politikus.
"Setiap akan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) itu ada negosiasi lagi. Begitu terus setiap tahun," ujar Andi dalam Rapat Koordinasi Nasional Luar Biasa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Hotel Grand Sahid, Kamis, 11 September 2014. (Baca: Sengkarut Pilkada di DPR, Ini Asal Mulanya)
Menurut Andi, apabila negosiasi tidak berjalan lancar, para anggota Dewan menolak LPJ dan mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri agar memberhentikan kepala daerah tersebut. "Dulu banyak kawan-kawan saya yang diusulkan dipecat," kata Andi.
Andi mengatakan jika dipilih melalui DPRD, kepala daerah akan banyak tersandera, termasuk proyek dan jabatan. "Jadi nanti sudah ditentukan sekdanya dari partai ini, kepala dinas PU dari partai ini," ujar dia. Meskipun terlihat lebih sederhana dibanding pilkada langsung, kata Andi, politik uang pilkada lewat DPRD sangat besar.
Andi yang dipilih melalui DPRD pada 2001 dan dipilih langsung pada 2006 mengakui kepala daerah akan lebih memperhatikan DPRD ketimbang rakyatnya karena ancaman dan tekanan yang diberikan. (Baca: Selain Ahok, Ada Kader Golkar Tolak RUU Pilkada)
Bupati Solok Syamsu Rahim mengatakan saat dirinya mencalonkan diri sebagai Wali Kota Sawahlunto pada 2003, dia diminta menyerahkan Rp 250 juta pada tiap anggota Dewan.
"Tak bisa membayar saya kalah, baru menang saat pemilihan langsung," kata dia. Akhirnya, ketika pilkada langsung berjalan, ia mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solok dan berhasil menang. "Saya tidak keluar uang sepeser pun untuk Dewan," kata kader Golkar tersebut.
Bupati dan wali kota seluruh Indonesia menolak pilkada tak langsung. Untuk itu, mereka akan menyampaikan surat penolakan tersebut ke Presiden SBY dan Komisi II DPR.
Saat ini dalam pembahasan RUU Pilkada, ada enam fraksi yang tak setuju pilkada langsung, yakni fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra.
Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hanura mengikuti pemerintah. Partai Demokrat sebagai partai pemerintah masih konsisten menolak pilkada langsung dengan alasan penghematan anggaran dan menghindari politik uang dalam pilkada langsung. Sementara, pemerintah mendukung pilkada langsung.
TIKA PRIMANDARI
Berita Lain
Ahok Mundur dari Gerindra, Ini Kata Jokowi
Ahok: Saya Bukan Kader Gerindra yang Baik
Prabowo Legowo Ahok Keluar dari Gerindra