TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Agus Santoso, telah berkoordinasi dengan Badan Reserse dan Kriminal Polri, Detasemen Khusus Antiteror 88, Badan Intelijen Negara, serta Bank Indonesia terkait penerapan pembekuan aset teroris.
Pembekuan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 9 tahun 2013 tentang anti pendanaan teroris. "Ini tujuannya agar para teroris tidak bisa mempunyai akses pada dana-dananya," kata Agus di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 11 September 2014.
Jadi, menurut Agus, pendanaan teroris adalah suatu tindak pidana baru yang diatur dalam undang-undang tersebut. "Bahwa pendanaan terorisme itu adalah kejahatan kriminal." (Baca: Napi Teroris tolak ISIS).
Indonesia telah meratifikasi United National Consul 1267 yang dikeluarkan Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa. Resolusi sanksi ini dikeluarkan agar negara-negara membekukan aset warga negaranya yang terkait dengan kelompok-kelompok teroris seperti Taliban dan Al Qaeda.
Saat ini, ada 17 warga negara Indonesia yang telah tercatat di UNSC 1267. Tiga di antaranya, Agus mengatakan, asetnya sudah dibekukan. Namun, dia enggan menyebutkan nama-namanya. "Aduh, saya enggak hafal. Yag ada itu inisialnya P," kata Agus. (Baca juga: Perampok CIMB Niaga Medan Divonis 12 Tahun Penjara)
Pembekuan aset sudah dilakukan dari Juni sampai Agustus 2014. Dalam kurun waktu tersebut, Agus mengatakan, ada rekening yang telah dibekukan. Namun dananya relatif kecil, di bawah kisaran US$ 100. "US$ 20 sampai 50," ujar Agus.
SINGGIH SOARES
Terpopuler:
Prabowo Legowo Ahok Keluar dari Gerindra
Surya Paloh Ditanyakan Soal Ahok dan RUU Pilkada
Jokowi Janji Akan Cukur Biaya Rapat Rp 18 Triliun
Jokowi-JK Pakai Mobil Lama, SBY-Boediono?
Gerakan Save Ahok Ramai di Twitter