TEMPO.CO, London - Seseorang berisiko mengalami depresi bila sejak usia kanak-kanak rutin mengalami perisakan (bullying) baik secara fisik maupun psikis oleh saudara kandungnya. Hal ini terungkap dalam hasil penelitian University of Oxford terhadap sekitar 7.000 anak-anak berusia 12 tahun.
Dalam penelitian itu, anak-anak ditanya apakah mereka pernah dirisak oleh saudara kandung, seperti dipukul, diabaikan, atau digencet. Perkembangan anak-anak tersebut kemudian diamati hingga mereka berusia 18 tahun. Setelah itu, mereka kembali ditanya mengenai kesehatan mental mereka. (Baca: Kemayu, Dena Rachman Tidak Pernah Di-bully)
Para ilmuwan dari University of Oxford, University of Warwick, University of Bristol, serta University College London mengirim kuisioner kepada ratusan keluarga yang mempunyai anak berusia 12 tahun pada periode 2003-2004. Para ilmuwan kembali menemui keluarga itu enam tahun kemudian untuk meneliti kesehatan mental anak-anak tersebut.
Jika mereka mempunyai saudara kandung, para ilmuwan menanyakan perihal perisakan yang dilakukan oleh saudara laki-laki atau perempuan mereka. Salah satu pertanyaan mereka: "Apakah ada artinya ketika seorang saudara laki-laki atau perempuan mencoba membuatmu marah dengan mengatakan hal-hal yang buruk dan menyakitkan? Atau sepenuhnya mengabaikanmu, seperti memukul, menendang, mendorong, menceritakan kebohongan, atau membuat rumor yang keliru tentang dirimu?"
Hasilnya, seperti dikutip situs BBC, Senin, 8 September 2014, sebagian anak-anak mengatakan tidak dirisak baik oleh saudara laki-laki maupun perempuan mereka. Dari jumlah tersebut, 18,6 persen mengalami skor depresi yang signifikan secara klinis, 9,3 persen mengalami kecemasan, dan 7,6 persen menyakiti dirinya sendiri pada tahun sebelumnya. (Baca: Setelah Melahirkan, Adele Di-bully di Twitter)
Sebanyak 786 orang yang mengatakan pernah dirisak oleh saudara kandung mereka beberapa kali dalam seminggu ternyata punya kecenderungan dua kali lipat lebih merasa depresi, cemas, dan ingin menyakiti diri sendiri dibanding anak-anak lainnya. Dalam grup ini, laporan depresi sebanyak 12,3 persen, menyakiti diri sendiri 14 persen, dan 16 persen mengalami kecemasan.
Anak-anak perempuan lebih sering menjadi korban dibanding anak lelaki, khususnya dalam keluarga yang anaknya berjumlah tiga atau lebih. Kakak lelaki sering menjadi pihak yang bertanggung jawab. Secara umum, korban mengatakan perisakan oleh saudara kandung terjadi sejak mereka berusia delapan tahun.
Ketua penulis hasil riset, Dr Lucy Bowes, dari Department of Social Policy and Intervention University of Oxford, mengatakan, meski mereka tidak bisa mengatakan perisakan oleh saudara kandung menyebabkan depresi, hasil penelitian ini penting. "Kita perlu mengubah percakapan kita mengenai hal ini. Jika ini terjadi di sekolah, pengaruhnya tidak langsung. Mungkin bahayanya jangka panjang. Kita perlu melakukan lebih banyak riset, tetapi kita juga meminta orang tua mendengarkan anak mereka," ujarnya.
"Kita tidak membahas hal yang terjadi secara singkat dalam keluarga, tetapi insiden yang terjadi beberapa kali seminggu dan korbannya sering diabaikan oleh saudara perempuan atau laki-laki mereka atau ditolak atau mengalami kekerasan fisik," ucap Dr Bowes.
Emma Jane Cross, dari lembaga sosial pencegahan perisakan, BeatBullying, mengatakan perisakan membuat seorang anak mengalami efek kerusakan yang berlangsung sepanjang hidup. "Orang tua yang peduli dengan isu ini seharusnya berbicara kepada anak-anak mereka sedini mungkin sebelum kasusnya meningkat," katanya.
ARBA'IYAH SATRIANI | BBC
Terpopuler:
Kelom Geulis Tasik Ekspor Hingga Jepang dan Korea
Mampir ke Restoran Negeri Ajaib, Alice
Waspada Virus Senyap Cacar Ular
Mampir ke Restoran Negeri Ajaib, Alice