TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, menegaskan pemerintah tidak akan menarik pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. "DPR kan tidak mengenal carry over. Kalau tak dituntaskan sekarang akan mulai lagi dari nol," kata Djohermansyah di kantornya, Jumat, 12 September 2014. (Baca: Saldi Isra Minta SBY Tarik RUU Pilkada)
Menurut Djohermansyah, persiapan RUU Pilkada ini sudah mulai sejak 2010. "Bayangkan kalau mulai lagi dari awal, mau berapa tahun lagi. Apa pemerintah baru sudah menyiapkan?" kata dia. Apalagi, menurut Djohermansyah, pada 2015 akan ada 204 kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. "Harusnya pilkada 2015 sudah memakai undang-undang baru," kata dia.
RUU Pilkada merupakan usul pemerintah untuk menggantikan aturan lama dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. RUU ini sudah digodok di DPR sejak 2012. DPR menargetkan RUU itu bisa disahkan akhir bulan ini atau bulan terakhir masa kerja anggota parlemen periode 2009-2014 sebelum pelantikan anggota DPR periode 2014-2019 pada 1 Oktober 2014. (Baca: Meluas, Tuntutan Agar SBY Tarik RUU Pilkada)
Jika RUU Pilkada tak disahkan pada periode ini, Djohermansyah mengatakan Undang-Undang Nomor 32 tetap berlaku meskipun dua beleid turunannya sudah disahkan. "UU 32 masih berlaku asalkan tidak bertentangan dengan yang baru," kata dia. Adapun dua undang-undang lainnya adalah UU Desa dan RUU Pemerintahan Daerah yang akan disahkan dalam paripurna pada 23 September 2014. (Baca: Jimly: RUU Pilkada Cerminkan Kepentingan Golongan)
Dalam pembahasan RUU Pilkada, enam fraksi tak setuju pilkada langsung, yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hanura mengikuti pemerintah. Partai Demokrat sebagai partai pemerintah masih konsisten menolak pilkada langsung dengan alasan menghemat anggaran dan menghindari politik uang dalam pilkada langsung. Di lain pihak, pemerintah mendukung pilkada langsung.
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler lainnya:
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
Ini Keunggulan iPhone 6 Ketimbang iPhone Lama
Benda Ini Wajib Dibawa Jokowi-Iriana ke Istana
Hari Ini, Harga Elpiji Naik Rp 18 Ribu per Tabung