TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo menyatakan saat ini dia sudah mengantongi lebih dari 200 nama yang bakal diseleksi untuk mengisi kabinetnya. Mereka dijaring oleh tim pencari yang oleh Jokowi dinamai head hunter. “Kebanyakan dari kalangan chief executive officer perusahaan,” kata Jokowi, Selasa, 16 September 2014.
Namun, Jokowi mengingatkan karier profesional dan politik seorang kandidat bukan satu-satunya pertimbangan dalam memilih menteri. Dia juga akan mempertimbangkan daerah asal, agama, serta organisasi calon. Jokowi pun menganggap penting keterwakilan perempuan dalam kabinetnya. “Pokoknya, saya ingin kabinet yang kuat dan langsung kerja,” ujar Jokowi. (Baca: Akbar Faizal: Menteri Profesional Harus Berani)
Menjaring menteri menggunakan matriks keterwakilan juga dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua kali memerintah. Nyaris semua daerah, golongan, dan agama terwakili dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dan II.
Saat ini, dari 200 nama yang ada, Jokowi belum mengerucutkan menjadi 34 nama sesuai dengan jumlah kursi menteri yang tersedia. Pemilihan menteri akan dilakukan Jokowi bersama wakil presiden terpilih Jusuf Kalla. Seleksi, kata dia, dilakukan hingga 20 Oktober mendatang. (Baca: Gaet Profesional, Visi Misi Jokowi Bisa Terwujud)
Menurut Jokowi, para profesional yang masuk radar tim pemburu menteri berasal dari perusahaan swasta dan pelat merah serta akademikus. Merekalah yang kelak mengisi posisi 18 menteri untuk kalangan profesional non-partai. Ia juga menyediakan 16 kursi menteri dari partai politik. Komposisinya, kata Jokowi, proporsional. “Misalnya, PDIP dapat satu, NasDem seratus, itu tak masuk logika,” katanya. Jatah untuk PDI Perjuangan bakal lebih banyak ketimbang NasDem. Dua partai ini mengusung Jokowi sebagai presiden.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyiapkan sejumlah kader untuk disorongkan kepada Jokowi. Dia enggan menyebutkan nama-namanya. “Pokoknya banyak,” katanya. (Baca: Kata Dubes AS Soal Kabinet Jokowi)
Deputi Tim Transisi Akbar Faisal mengatakan menteri-menteri Jokowi kelak harus berani mengambil risiko. Rekam jejak mereka harus bersih dari kasus-kasus hukum. “Karena pemerintahan ke depan tak punya waktu bernegosiasi dengan persoalan yang tak berhubungan dengan rakyat,” ucapnya. Hal itu, kata dia, tak bisa ditawar-tawar lagi. Kabinet, kata dia, “Akan berisi menteri yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.”
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Sonny Harry Harmadi, mengatakan menteri yang berasal dari partai politik rawan terlibat kasus korupsi. Ia sepakat dengan keinginan Jokowi agar menteri dari partai politik tidak lagi menjabat di partai. “Kepentingan partai jangan sampai mempengaruhinya.”
Bila dipilih menjadi menteri, Muhaimin Iskandar menyatakan posisinya sebagai ketua umum partai tak akan mengganggu tugas. “Nanti kita atur. Gampang itu. Itu, kan, urusan teknis,” katanya. “Pokoknya, ketua umum partai itu menjadi menteri apa saja bisa.”
ANTON SEPTIAN | SUNDARI | ADI WARSONO | SINGGIH SOARES | TRI SUHARMAN
Terpopuler:
Pasar Kecewa terhadap Susunan Kabinet Jokowi
Gandeng Parpol, Jokowi Tak Ingkar Janji
Jadi Presiden, Harga Sepatu Jokowi Rp 400 Ribu
Tak Ada Elpiji, Tinja pun Jadi
40 Negara Bahas Strategi Hancurkan ISIS