TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan mulai 2015, perekonomian Indonesia akan mengalami masa-masa yang cukup sulit. Salah satu penyebabnya adalah normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat yang membuat rupiah tertekan di pasar uang.
"Belakangan, rupiah menembus Rp 11.900 karena menunggu rapat yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve," kata Chatib dalam rapat koordinasi tentang hedging di Badan Pemeriksa Keuangan, Rabu, 17 September 2014. (Baca: BI: Kenaikan Utang Swasta Belum Mengkhawatirkan)
Oleh karena itu, Chatib menganggap kebijakan lindung nilai rupiah sangat penting untuk menjaga nilai tukar. Ia menyebutkan setidaknya ada tiga keuntungan hedging. (Baca: Tiga Cara Ini Diyakini Bisa Tekan Utang Swasta)
Pertama, nilai tukar rupiah akan terkendali. Musababnya, Bank Indonesia lebih mudah untuk menyediakan valuta asing. Dengan adanya hedging, perusahaan tak perlu lagi membeli di pasar valas. (Baca: Utang Luar Negeri Naik, BI Dorong Hedging)
Keuntungan kedua, mudahnya penyediaan valas menyebabkan banyak biaya yang bisa dihemat. "Beban negara menjadi lebih sedikit," kata Chatib.
Terjaganya nilai tukar dan penghematan biaya, akan mengurangi defisit anggaran. Ini adalah keuntungan hedging yang ketiga. "Setiap depresiasi Rp 100, defisit bertambah Rp 2,6 triliun," ujar Chatib.
Sebab itulah, ia mengatakan, harus ada kejelasan definisi kerugian negara. "Tapi jangan disalahgunakan pula sebagai melanggar hukum," kata dia.
Hari ini, rapat koordinasi tentang transaksi lindung nilai kembali digelar di BPK. Selain Chatib, rapat ini dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Ketua BPK Rizal Djalil, Kepala Badan Resere Kriminal Polri Suhardi Alius, dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyo Pramono.
TRI ARTINING PUTRI
Berita Terpopuler
Koin Logam 5.200 SM Ditemukan di Gunung Padang
Bimbim Slank Demen Bila Ahok Marah
Di Twitter, Wanita ISIS Ini Pegang Kepala Buntung
Artidjo: Luthfi Lakukan Korupsi Politik