TEMPO.CO, Jakarta - Apakah Anda merasa sedang diawasi lewat kamera CCTV serta banyak gawai berkamera yang tersebar di mana-mana? Mungkin jawabannya iya. Apalagi sekarang ada teknologi wearable, seperti Google Glass.
Seorang pakar psikologi bernama Tom Foulsham tergelitik untuk meneliti hubungan antara teknologi dan kehidupan pribadi. "Apakah teknologi mengubah perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari?" tulisnya dalam The Conversation baru-baru ini.
Foulsham mengatakan para peserta penelitiannya mengubah perilaku mereka saat merasa sedang direkam. Dalam sebuah tes psikologis, dia menulis, para peserta sadar bahwa mereka sedang diawasi, baik lewat kamera pengintai, komputer, maupun pendeteksi elektrode.
Dalam kondisi tersebut, apakah para peserta penelitian akan berperilaku sama seperti berkegiatan setiap hari? Foulsham menulis, sebagian besar menunjukkan hasil positif. Meski begitu, dengan beberapa cara lanjutan, akan ketahuan siapa yang berbohong.
Penelitian ini menggunakan perangkat eye-tracking, semacam Google Glass, yang dipasang pada peserta penelitian. Kemudian orang itu ditinggalkan sendiri di ruangan yang menampilkan gambar wanita berbusana tipis dengan kamera pengintai di balik gambar itu. (Baca juga: Google Glass Mulai Dijual Tahun Ini)
Hasilnya, secara sadar orang tak akan melihat gambar itu saat menggunakan eye-tracking. Berbeda dengan saat alat itu dilepas: orang akan mengamati gambar tersebut dengan saksama.
Para peserta penelitian yang sadar sedang diamati langsung mengubah perilaku mereka. Hal ini memperkuat asumsi bahwa seseorang tak akan bersikap lepas begitu saja saat dia merasa sedang dilihat oleh orang lain. Adapun teknologi pengawasan saat ini sudah bertebaran di mana-mana.
Penelitian dipimpin oleh Eleni Nasioupolous dan Alan Kingstone dari University of British Columbia dengan anggota Evan Risko dari University of Waterloo, Kanada, dan Tom Foulsham sendiri.
Seperti dikutip dari British Journal of Psychology, hasil lain menunjukkan bahwa adaptasi tiap-tiap terhadap eye-tracking berbeda. Rata-rata para peserta penelitian akan kembali bertindak normal dan tak merasa sedang diawasi setelah 10 menit memakai eye-tracking. Kemudian mereka melihat kalender dengan gambar wanita berbusana tipis itu.
Meski begitu, saat peserta diingatkan bahwa mereka sedang memakai eye-tracking dan kembali merasa sedang diawasi, mereka kembali mengubah perilaku. Mereka melepaskan pandangan dari kalender dan bersikap seperti tak ada apa-apa.
Penelitian ini, tulis Fouslham, menunjukkan bahwa pengguna teknologi dapat dengan mudah membuat orang lupa bahwa dia sedang diawasi dan kemungkinan besar dapat melanggar privasi orang lain.
AMRI MAHBUB
Berita Lain:
Indonesia Cukur Timor Leste 7-0 di Asian Games
Jadwal Beracun buat Chelsea
Pekan Keempat, Liga Premier Masih Milik Chelsea