TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah menerima 830 perkara atau pengaduan kode etik penyelenggaraan pemilihan umum sepanjang tahun 2014 hingga September. Dari jumlah itu, perkara yang disidangkan sebanyak 291. Sedangkan sisanya, 539 perkara, tidak diproses di persidangan.
"Jumlah ini lebih banyak daripada yang diterima Mahkamah Konstitusi yang 700-an (pengaduan)," kata Jimly ketika ditemui di gedung DKPP, Jakarta, Rabu, 17 September 2014. (Baca: Jimly : RUU Pilkada Cerminkan Kepentingan Golongan)
Dari 291 perkara yang disidangkan, ujar Jimly, 781 orang penyelenggara pemilu dari seluruh wilayah di Indonesia menjadi teradu. Hasilnya, yang tidak terbukti melanggar kode etik sebanyak 380 orang, sehingga nama baik mereka akan direhabilitasi. Adapun jumlah teradu yang terbukti melanggar kode etik ada 401 orang, terdiri atas 255 orang diberhentikan sementara, 5 orang diberhentikan secara tetap dari statusnya sebagai anggota, dan 1 orang diberhentikan sebagai ketua. (Baca: Jimly Asshiddiqie: Pilkada di DPRD 'Bunuh' KPUD)
Perkara-perkara yang telah diputuskan, tutur Jimly, hendaknya menjadi bahan pembelajaran untuk Indonesia bagi para penyelenggara pemilu di pusat, provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh wilayah Indonesia. Pembelajaran tersebut penting untuk meningkatkan kualitas pemilu di masa yang akan datang.
Kemarin, DKPP menggelar 25 perkara pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu. Jumlah teradu ada 53 orang. Hasil sidang pleno yang terbuka untuk umum ini lalu memutuskan 27 orang direhabilitasi dan 22 orang diberi peringatan. Satu di antaranya yakni Ida Farida, Ketua KPU Kalimantan Timur, yang dikenai sanksi berupa peringatan keras dan diberhentikan dari jabatannya. Lalu, ada empat orang yang diberhentikan tetap. (Baca: RUU Pilkada, Jimly: Dua Opsi Konstitusional)
"Empat orang yang diberhentikan perinciannya adalah tiga orang dari KPU Kabupaten Maros dan satu orang dari Komisi Independen Pemilihan Kota Sabang," kata Jimly. Ia berharap penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden lima tahun yang akan datang dapat berjalan lebih baik.
Setelah membacakan putusan sidang, Jimly menyampaikan opininya terkait dengan pemilihan kepala daerah. "Kita tunggu bagaimana perkembangan pembahasan RUU Pilkada di DPR. Mudah-mudahan hasilnya tidak ekstrem. Mengelola dan membenahi negara ini tidak bisa dilakukan dengan ekstrem. Kalau ekstrem, itu dari nol menjadi seratus, terus balik lagi ke nol, kan tidak sehat," tutur Jimly.
Jimly berharap proses pembahasan RUU Pilkada di DPR berlangsung secara lebih obyektif mengenai substansi kebijakan publik di parlemen. "Jangan mudah terpengaruh hanya karena dua kubu. Dari sisi kami, penyelenggara pemilihan umum juga harus memperbaiki diri," kata Jimly.
RIDHO JUN PRASETYO
Baca juga:
Artidjo: Luthfi Lakukan Korupsi Politik
Malam Ini, JK Temui Jokowi Bahas Kabinet
Ini Harapan Ketua MK kepada Presiden Jokowi
ISIS Ancam Bunuh Paus Fransiskus
Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang