TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah fraksi DPRD Kota Yogyakarta yang merupakan anggota Koalisi Merah Putih menolak bekerja sebelum adanya perubahan tata tertib baru anggota Dewan yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Anggota koalisi itu beralasan tata tertib Dewan baru bak kitab suci para anggota Dewan yang mutlak diperlukan agar kinerja legislatif selama lima tahun ke depan punya dasar yang kuat. Dalam tata tertib yang merujuk UU MD3 itu pula terjadi perubahan kewenangan pimpinan Dewan secara kolektif kolegial dan perubahan formasi Badan Kehormatan sebagai pengawas kinerja anggota Dewan.
"Dari tiga kali pertemuan, pimpinan Dewan masih deadlock. Kami akan gelar voting jika keputusan soal tata tertib Dewan ini buntu terus," kata Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta M. Ali Fahmi yang juga politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional kepada Tempo seusai menggelar rapat pimpinan Dewan, Jumat, 19 September 2014.
Pada Senin, 22 September 2014, akan digelar rapat pimpinan terakhir soal kerja awal Dewan, apakah membahas tata tertib atau membentuk alat kelengkapan untuk membahas APBD Perubahan Kota Yogya Tahun 2014. "Voting cara yang diperkenankan ditempuh bila sudah tidak ada musyawarah mufakat lagi, itu dijamin mekanismenya dan wajib dilaksanakan hasilnya," katanya.
Dari tiga unsur pimpinan Dewan, hanya Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sudjanarko asal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menolak keras mekanisme hanya untuk meloloskan dibahasnya tata tertib baru Dewan. "Kalau tata tertib itu dianggap kitab suci, ya, jangan diubah-ubah," ujarnya.
Adapun Wakil Ketua DPRD Kota lainnya, Ririk Banowati, dari Partai Gerindra mendesak juga pembahasan tata tertib baru diprioritaskan. "Aspirasi anggota Dewan seharusnya dikedepankan dahulu karena kebanyakan, kan, ingin tata tertib dibentuk agar bisa jadi pegangan kinerja," kata Ririk.
Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sudjanarko menuding desakan kencang pembahasan tata tertib baru Dewan ini sangat kental aroma instruksi pengurus pusat partai Koalisi Merah Putih itu. "Sejak Dewan dijabat pimpinan sementara sampai dilantik, mereka tak mau terbuka kenapa harus tata tertib dulu," kata Sudjanarko. Padahal ada agenda lain yang nyata-nyata mendesak, yakni APBD Perubahan yang tenggat pembahasannya tinggal dua pekan lagi sampai akhir September 2014.
PDI Perjuangan curiga, tata tertib dipaksakan guna memuluskan jalan partai Koalisi Merah Putih menguasai alat kelengkapan Dewan. Sampai pengisian formasi baru Badan Kehormatan DPRD. "Kami tak masalah jadi target pengawasan koalisi yang akan masuk dalam Badan Kehormatan itu. Tapi, kalau melepas posisi dalam alat kelengkapan, kami tak mau," katanya. Dalam aturan baru yang diturunkan dalam UU MD3, Badan Kehormatan harus terdiri dari perwakilan tiap fraksi yang ada. Proses ini disinyalir jadi sarat kepentingan untuk "mengadili" anggota Dewan, khususnya dari PDI Perjuangan.
Menanggapi ancaman voting dari partai Koalisi Merah Putih untuk mendesak tata tertib baru dirumuskan, PDI Perjuangan menyatakan tak gentar. "Kami akan tegas menolak voting karena menimbulkan perpecahan, dan pasti juga membuat kami kalah," kata Sudjanarko.
Fraksi PDI Perjuangan hanya memiliki 15 kursi di DPRD Kota Yogyakarta. Adapun lima fraksi lainnya yang merupakan Koalisi Merah Putih jika ditotal memiliki 25 kursi di DPRD Kota Yogya. Sudjanarko pun mengatakan, dengan menolak voting, dirinya akan mengembalikan pembahasan itu ke fraksi, juga masyarakat. "Silakan masyarakat menilai sendiri, penting mana membahas tata tertib dan APBD," katanya.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Pilkada oleh DPRD | Jero Wacik | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T
5 Hal Berubah jika Skotlandia Lepas dari Inggris
Arkeolog Meragukan Usia Koin Gunung Padang
Beli Honda HR-V, Berapa Harganya?