TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, secara formal sikap partai mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, baru dapat dipastikan saat pertemuan 22 September 2014. "Tapi kalau partai membuat pengumuman sebelum itu, ya, mungkin saja," kata Djohermansyah di kantornya, Kamis, 18 September 2014. (Baca: RUU Pilkada, Mayoritas Masyarakat Salahkan SBY)
Partai Demokrat, Kamis ini, mengumumkan dukungannya terhadap mekanisme pemilihan kepala daerah langsung. Mekanisme ini menjadi salah satu opsi dalam revisi UU Pilkada. Opsi lain, adalah mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Namun, Demokrat memberikan sepuluh syarat apabila opsi pilkada langsung dipilih, antara lain efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada, mutlak dilakukan, dan larangan fitnah dan kampanye hitam. (Baca: 10 Syarat Demokrat Mau Dukung Pilkada Langsung)
Menurut Djohermansyah, sepuluh syarat yang diajukan Demokrat sudah tercantum dalam draf revisi undang-undang pilkada. Pertama, soal uji publik kepada calon kepala daerah, kata Djohermansyah, memang akan dilakukan uji publik sebelum partai menetapkan calon. "Partai mengajukan beberapa nama dan saat mendapat keterangan lulus uji publik, baru bisa diajukan partai sebagai calon," ujarnya.
Kedua, soal efisiensi biaya dan pengaturan serta pembatasan kampanye. Untuk itu, katanya, akan dilakukan pilkada serentak dan dihilangkannya kampanye akbar. Hal tersebut untuk mengurangi ongkos pilkada yang dikeluarkan negara dan kampanye. "Nanti alat peraga dan pemasangannya diserahkan pada KPU," kata Djohermansyah. (Baca: SBY Dianggap Biang Kemunduran Demokrasi, jika...)
Soal akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Akan ada laporan dana kampanye dan audit rekening. Ada pun soal larangan pemberian mahar politik, menurut Djohermansyah, bila terbukti ada pemberian mahar sebelum kampanye, partai akan dikenakan denda sepuluh kali lipat dari jumlah mahar tersebut dan periode selanjutnya dilarang mengusung calon. "Selain itu kandidatnya akan didiskualifikasi."
Untuk poin berikutnya, yakni soal larangan kampanye hitam, pelibatan aparat birokrasi dan pecopotan aparat birokrasi pasca pilkada, menurut Djohermansyah, sudah ada peraturannya dan sanksi apabila dilanggar, "Bisa dihukum pidana, ini sudah ada Undang-Undangnya," ujar dia. (Baca: Demokrat Merapat, JK Siapkan Kursi di Kabinet)
Sedangkan penyelesaian sengketa hasil akan dilakukan oleh pengadilan adhoc yang akan dibentuk di beberapa kota besar. "Hakimnya ditentukan oleh Ketua Mahkamah Agung," kata dia. Poin terakhir, yakni pencegahan kekerasan dan tanggung jawab calon atas kepatuhan hukum para pendukungnya, Djohermansyah memastikan calon kepala daerah tak bisa lepas tangan dari ulah pendukungnya. "Laporannya lewat Gakummdu (penegakan hukum terpadu)."
Djohermansyah mengatakan, dengan hitung-hitungan saat ini, apabila Demokrat bergabung mendukung pemilihan kepala daerah langsung, maka, total pendukung pilkada tak langsung menjadi 287 suara. Sedangkan, total suara fraksi lainnya 273 suara. "Kalau Demokrat sepakat dengan pemerintah kan selesai sudah," katanya. (Baca:SBY: Partai Demokrat Bukan Koalisi Merah Putih)
TIKA PRIMANDARI