TEMPO.CO, Jakarta- Politikus Partai Amanat Nasional Wanda Hamidah menolak Rancangan Undang-Undang Pilkada disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Alasannya, ketentuan itu berpotensi merugikan tokoh muda potensial untuk menjadi kepala daerah.
"Bisa jadi nanti kita tak punya kepala daerah yang muda dan cemerlang, seperti Bima Arya Sugiarto (Wali Kota Bogor), Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), dan Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya)," kata Wanda saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 18 September 2014.
Wanda juga mencontohkan koleganya di PAN, Bima Arya, yang kini menjabat sebagai Wali Kota Bogor. Menurut dia, jika pilkada dilakukan oleh DPRD, maka Bima tidak mungkin terpilih. Sebab, PAN hanya memiliki dua kursi di DPRD Kota Bogor. (Baca: RUU Pilkada: Politik Uang,Calon dan Parpol Dicoret)
Selain itu, Wanda pesimistis elite DPRD mampu memilih bupati atau wali kota dengan bijak dan arif. Sebab, potensi suap dan korupsi anggota DPRD ketika pemilihan kepala daerah cukup tinggi. (Baca: RUU Pilkada, Kemendagri Jawab 10 Tuntutan Demokrat)
Bahkan, biaya yang dikeluarkan seorang calon kepala daerah ketika dipilih oleh DPRD tak jauh berbeda dengan pilkada langsung. "Bisa saja suap untuk satu anggota DPRD Rp 10-30 miliar," kata dia.
Kecurigaan Wanda semakin kuat karena dia saat ini masih menduduki kursi DPRD DKI Jakarta. Menurut Wanda, bekerja di parlemen DKI Jakarta lebih banyak dihabiskan untuk lobi-lobi tentang banyak hal, termasuk peraturan daerah. "Itu sebabnya, saya tak mau mencalonkan lagi kemarin," kata Wanda.
INDRA WIJAYA
Baca juga:
Jokowi Disebut Ingkar Janji, Ini Pembelaan Ruhut
Gerindra Kumpulkan 5.000 Kadernya Akhir Pekan Ini
Ahok Pilih Nachrowi Jadi Wagub, Lupa 'Haiya, Ahok'
Ahok Mau Bikin Razia Parkir Liar Tambah Seru
Jihadin ISIS Lebih Berbahaya Bagi Indonesia