TEMPO.CO, Jpresiden terpilih, Joko Widodo, akan merampingkan kabinet untuk menekan anggaran perjalanan dinas yang semakin membesar. "Distribusi anggaran di setiap pos kementerian juga harus dibenahi," kata dia di kantornya, Kamis, 18 September 2014.
Hasto mengatakan efisiensi kabinet juga dilakukan untuk memaksimalkan peranan aparatur negara. Selain untuk kesejahteraan masyarakat, dana perjalanan dinas bisa dialihkan untuk kegiataan aparatur negara yang lebih jelas. Menurut Hasto, efisiensi belanja kementerian akan dilakukan pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. (Baca: ICW: Tambah Uang Jajan, Perjalanan Dinas Dikatrol)
Tim Transisi Jokowi-JK menemukan belanja perjalanan dalam negeri Rp 35,196 triliun dan belanja perjalanan luar negeri Rp 2,786 triliun dalam Rancangan APBN 2015. Selama periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, terdapat lonjakan anggaran perjalanan dinas yang signifikan. Pembengkakan anggaran tercatat sebesar 1.000 persen lebih. Pada periode 2009, anggaran perjalanan dinas tercatat sebesar Rp 2,9 triliun, naik menjadi Rp 35 triliun pada 2014 dan dianggarkan sebesar Rp 37 triliun pada 2015. (Baca: BPK: Empat Modus Pejabat Menguras Anggaran)
Saat bertemu dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Hotel Four Season, Jokowi mempertanyakan efisiensi penggunaan anggaran pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di beberapa pos. Jokowi mengaku bingung saat melihat biaya perjalanan dinas yang mencapai Rp 30 triliun dan anggaran rapat Rp 18 triliun. "Perjalanan dinas dan rapat sebesar itu untuk apa? Lalu ada biaya-biaya kantor. Saya sudah hafal," kata Jokowi. (Baca: Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T)
Jokowi berjanji akan memotong anggaran-anggaran yang tidak penting demi efisiensi keuangan negara. "Saya dan Pak JK ini pengusaha. Pengusaha, uang serupiah, dua rupiah saja dihitung," katanya. Selain efisiensi, Jokowi berkomitmen untuk memperbesar penerimaan negara dari pajak. Ia mengimbau para pengusaha untuk membayar pajak tepat waktu. Jokowi mengatakan banyak pengusaha yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tapi enggan membayar pajak. "Kan sudah dapat income, harusnya taat bayar pajak. Bukannya mau memeras, tapi ruang fiskal harus diperlebar," ujarnya.
AMOS SIMANUNGKALIT | ANANDA TERESIA
Berita Terpopuler
Ahok Pilih Nachrowi Jadi Wagub, Lupa 'Haiya, Ahok'
Ahok Mau Bikin Razia Parkir Liar Tambah Seru
Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T
Teliti Situs Gunung Padang, Dialokasikan Rp 24 T