TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih dalam tahap wajar. "Jangan melihat rupiah melemah itu selalu negatif atau rupiah menguat selalu positif. Impornya saja yang harus ditekan, nilai ekspornya perlu didorong," ujar Mirza di gedung Bank Indonesia, Jumat, 19 September 2014. (Baca: Gubernur BI: Perbankan Siap Layani Hedging)
Dia mengatakan kurs rupiah yang ideal ada pada Rp 11.600-11.900. "Kalau yang baik sebenarnya berkisar di angka tersebut. Itu sudah angka yang cocok untuk mendorong ekspor," ujarnya. (Baca: Tren Dolar Melemah, Rupiah Terus Menguat)
Transaksi di pasar uang di Indonesia pun tak lebih US$ 3-4 miliar per hari. Angka ini jauh lebih kecil dibanding Malaysia dan Thailand yang bisa mencapai US$ 11-15 per hari. (Baca: Subsidi BBM Hantui Kurs Rupiah)
Mirza menuturkan pasar Indonesia yang masih tipis sangat rentan terjadi fluktuasi. "Bank Indonesia harus memberikan tambahan suplai. Karena ada fluktuasi yg cukup besar, Bank Indonesia pasti ada di pasar," katanya.
Ekonom dari PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, sebelumnya mengujarkan rencana bank sentral Amerika Serikat menyesuaikan suku bunga berimbas pada menguatnya nilai tukar dolar. "Meskipun tidak ada yang baru dari keputusan The Fed, selain berlanjutnya program pengurangan stimulus (tapering off) menjadi US$ 15 miliar, investor menilai FOMC Meeting berakhir dengan keputusan yang lebih agresif," tuturnya.
Tak heran, di pasar mata uang, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang regional. Pada pukul 12.15 WIB, rupiah melemah 67,9 poin (0,57 persen) hingga mencapai level 12.037,5 per dolar AS.
AMOS SIMANUNGKALIT
Terpopuler:
Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T
Demokrat Merapat, JK Siapkan Kursi di Kabinet
Jadi Menteri Jokowi, Gerindra: Insya Allah, Kami Tolak