TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Centre for Strategic of International Studies, J. Kristiadi, mengatakan penempatan tokoh dan trah keluarga dalam kepengurusan partai politik hanya akan menimbulkan kasta politik baru.
Alasannya, ini akan menutup jalannya transformasi ketokohan. “Akan terjadi pembusukan di dalam internal partai,” kata Kristiadi saat dihubungi Tempo, Ahad, 21 September 2014. (Baca: Mega Jadi Ketua Umum PDIP,Fadli:Kapan Terpilihnya?)
Menurut Kristiadi, penempatan tokoh dalam partai seharusnya tidak dipilih berdasarkan trah keluarga. Cara terbaik adalah menggunakan sistem meritokrasi, yang memberikan penghargaan kepada tokoh berprestasi atau berkemampuan untuk menentukan jabatan tertentu.
Sistem meritokrasi ini akan membuat pintu demokrasi dalam partai terus terbuka. “Kekuatan demokrasi ini yang bisa menggerakkan regenerasi partai,” kata Kristiadi. (Baca: Rakernas Tetapkan Megawati Ketua Umum PDIP Lagi)
Kristiadi mencontohkan Partai Gandhi di India yang sangat kuat dengan kasta berlapis-lapis. Sistem ini, kata Kristiadi, akan menyandera demokrasi internal partai sehingga dapat menimbulkan adanya dinasti partai.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan PDIP tidak boleh dilepaskan dari trah Presiden Indonesia pertama Sukarno. Alasannya, kata Tjahjo, PDIP masih perlu perekat agar solidaritas partai tetap terjaga. (Baca: Mega: Emangnya Saya Ngurusin Kabinet)
Adapun Megawati Soekarnoputri akan menjabat lagi sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2015-2020. Jabatan Ketua Umum PDIP diduduki Mega sejak 1999.
Di dalam PDIP, trah Sukarno antara lain Guruh Sukarnoputra, Puti Guntur Soekarno, dan Puan Maharani. Puan selama ini digadang-gadang menjadi penerus Trah Sukarno di PDIP.
DEVY ERNIS
Berita lain:
Jokowi: Bangsa Besar Tidak Cukup Dibangun Empat Partai
Mega: Emangnya Saya Ngurusin Kabinet
Gerindra Kongres, Adik Prabowo Datangi Ragunan