TEMPO.CO, Sleman - Kaum perempuan di lereng Gunung Merapi didorong menjadi penopang utama dalam pengurangan risiko bencana. Pada hakikatnya memang mereka sudah membantu secara langsung sebelum erupsi, saat erupsi, dan pasca-erupsi. Namun, secara sistematis dan peran, setiap perempuan masih secara umum saja. Perempuan Sahabat Merapi yang terdiri dari 106 kelompok dari empat kabupaten: Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang; merumuskan peran mereka. (Baca: Dimarahi Damardjati karena Tak Paham Filsafat Jawa)
"Peran perempuan sangat penting untuk pengurangan risiko bencana. Saat ini kelompok perempuan merumuskan apa yang harus diperbuat secara terstruktur," kata Sarijo, Sekretaris Umum Merapi Resiliency Consortium (MRC), pada Minggu, 21 September 2014.
Setiap kelompok perempuan yang terdata di lereng Merapi itu ada sedikitnya 20-50 anggota. Mereka membuat kelompok untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Merapi merupakan gunung api yang menjadi barometer penanganan bencana di seluruh Indonesia.
Tantangan yang akan dihadapi masyarakat adalah memperkuat kapasitas masyarakat untuk merespons dan beradaptasi terhadap bencana. Orientasinya adalah sistem penjaruman aset, sistem peringatan dini, sistem evakuasi, penguatan organisasi, dan peningkatan pemahaman terhadap bencana.
"Jadi apa yang dilakukan itu sinergis, koordinatif, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Ini merupakan tantangan dalam pengurangan risiko bencana," katanya.
Menurut Indra Kertati, anggota badan pengawas MRC, peran perempuan pada bencana alam terutama erupsi sangat tinggi. Bahkan kaum perempuan bekerja sejak pagi hingga malam. (Baca: Korban Letusan Merapi Bisa Lebaran Lagi.) "Perempuan itu bekerja sejak matahari terbit hingga mata suami tenggelam," kata Indra di Cangkringan, Sleman.
Konsorsium ini memberikan pelatihan kewirausahaan dan tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk kecanggihan keluarga. Dari pemilihan usaha, manajemen usaha, hingga pemasaran.
Usaha bisa dilakukan dari yang lokal dengan bahan yang ada di sekitar rumah. Seperti membuat makanan dari ketela. Bahkan ada perajin batik, yang dulu hanya menyetor uang ke toko, kini sudah membuka usaha sendiri dan sering pameran di luar negeri.
"Kami perempuan diharapkan mandiri dan siap sebelum Merapi kritis hingga pemulihan pascabencana," ujarnya.
MUH SYAIFULLAH
Terpopuler
Game World In AyoDance Diluncurkan
Batik Banyuwangi di Mata Priscilla Saputro
Bagteria, Tas Lokal Favorit Paris Hilton
Rumah Sakit Singapura Bangun Ruang Isolasi Ebola
Produk Lokal Menuju Pasar Bebas