TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan iklim telah membawa dampak negatif ke wilayah Asia Tenggara. Dalam satu dekade terakhir, bencana akibat perubahan cuaca ekstrem telah memakan ribuan korban jiwa dan kerugian lebih dari US$ 4 miliar per tahun.
Koalisi lembaga swadaya masyarakat ASEAN for a Fair, Ambitious and Binding Global Climate Deal (A-FAB) menyatakan para anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) harus bekerja sama menghadapi dampak cuaca ekstrem yang diperkirakan akan semakin buruk.
Koalisi yang terdiri dari Oxfam, Greenpeace Asia Tenggara dan EROPA (Eastern Regional Organization for Public Administration) meluncurkan laporan bertajuk Weathering Extremes: The need for stronger ASEAN response pada Senin, 22 September 2014. Laporan itu berisi tentang potensi kerugian dan bencana yang berhubungan dengan efek perubahan iklim.
Koalisi juga menyebutkan ASEAN harus segera bertindak untuk meredam dampaknya. "Perubahan iklim bukan lagi menjadi masalah bagi satu atau dua negara saja, hal ini telah berkembang menjadi isu untuk seluruh wilayah di Asia Tenggara," kata penulis studi, Dr. Tun Lwin, dalam telekonferensi dari Manila, Filipina.
Laporan itu diluncurkan menjelang dimulainya Climate Summit yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada 23 September 2014. Pada pertemuan itu sekitar 120 kepala hadir untuk memberikan sikap dan komitmen negara mereka terhadap perubahan iklim. (Baca juga: Leonardo DiCaprio Ikut Kampanye Perubahan Iklim)
Lwin yang berasal dari Myanmar mengatakan negara-negara ASEAN perlu bekerja sama terutama di bidang adaptasi dan mitigasi bencana. Laporan yang disusun Lwin dan koleganya juga menjelaskan bidang pertanian yang menjadi sumber kehidupan utama di Asia Tenggara menjadi hal paling terancam oleh cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
"Di Myanmar, pola muson yang terganggu sudah mempengaruhi produksi agrikultur. Musim muson menjadi lebih pendek sehingga hasil panen menurun," kata Lwin yang juga merupakan direktur eksekutif Myanmar Climate Change Watch.
Riza Bernabe, Koordinator Kebijakan dan Riset Oxfam Asia Tenggara, mengatakan apa yang terjadi di Myanmar dan penjuru Asia Tenggara menjadi petunjuk bagi ASEAN untuk mengambil tindakan menghadapi isu perubahan iklim. Bernabe mengatakan perubahan iklim mengancam pertanian yang nantinya menempatkan jutaan penduduk dalam risiko besar. "Bakal ada dampak besar pada keamanan pangan, kita tak perlu menunggu sampai semuanya terjadi dan terlambat untuk beraksi," kata Bernabe.
Zalda Soriano, Penasehat Politik Greenpeace Asia Tenggara, mengatakan ASEAN perlu mempertimbangkan dukungan kebijakan untuk program energi terbarukan dan mitigasi kontribusi wilayah Asia Tenggara terhadap pemanasan global. "Pemerintah harus menghentikan subsidi bahan bakar fosil dan mulai bekerja untuk membangun transisi ke energi terbarukan yang rendah karbon," katanya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Berita Terpopuler:
Beludru dan Kekayaan Hati Warga Banyuwangi
Jangan Anggap Sepele Soal Sikat Gigi
Efek Angelina Jolie, Rujukan ke Klinik Meningkat