TEMPO.CO, Malang - Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penanganan kasus korupsi pengadaan tanah untuk Rumah Sakit Umum Daerah Malang. Pemberitahuan secara tertulis mengenai pengambilalihan kasus itu diterima Malang Corruption Watch (MCW).
Surat KPK itu bertanggal 18 September 2014 dan ditandatangani Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Anis Said Basamalah. MCW beberapa waktu lalu melaporkan kasus penggelembungan anggaran yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 3 miliar.
"KPK menjelaskan barang bukti yang disertakan dalam laporan sudah cukup untuk mengungkap kasus korupsi," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja MCW Hayyik Ali Muntaha Mansur, Senin, 22 September 2014.
Sedangkan KPK tengah menelusuri aktor yang terlibat dalam pengadaan tanah tersebut, termasuk pejabat. Ia mengaku sering berkomunikasi dengan penyidik untuk menambah barang bukti dan bukti pendukung.
KPK langsung mengambil alih kasus dan tak melakukan supervisi ke Kejaksaan Negeri Malang. Alasannya, barang bukti telah cukup, sedangkan Kejaksaan justru menghentikan penyelidikan. "Tapi, hasil analisis KPK, mereka menemukan unsur perbuatan merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain," kata Hayyik.
Ia berharap KPK bisa mengungkap aktor utama pengadaan lahan tersebut. MCW berharap penindakan dan usaha KPK mengungkap kasus korupsi juga bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap perkara lain di Malang. Sebab, diduga banyak kasus korupsi melibatkan pejabat Pemerintah Kota Malang yang tak terungkap sampai saat ini.
Sebelumnya Kejaksaan telah melakukan penyelidikan sejak setahun lalu. Sejumlah pejabat Pemerintah Kota Malang dimintai keterangan penyidik Kejaksaan. Namun Kepala Kejaksaan Munasim menilai hasil penyelidikan menyebutkan tak cukup bukti kuat dugaan korupsi dalam pengadaan lahan tersebut. "Bukti tak cukup untuk menjerat pelaku," katanya.
MCW melaporkan kasus tersebut setelah menemukan indikasi penggelembungan anggaran pengadaan lahan seluas 4.300 meter persegi sebesar Rp 7,3 miliar. Dalam transaksi, harga tanah dicantumkan sebesar Rp 1,7 juta per meter persegi. Sedangkan harga tanah sesuai NJOP adalah Rp 1 juta per meter persegi. Adapun harga pasaran adalah Rp 700 ribu per meter persegi, sehingga diduga merugikan keuangan daerah sebesar Rp 3 miliar.
Padahal sebelumnya Dinas Perumahan mengeluarkan surat keputusan penetapan lokasi RSUD Kota Malang. Serta dilakukan tawar-menawar seharga Rp 800 ribu per meter persegi. Setelah ditetapkan, kata dia, seharusnya tak boleh ada transaksi. Ternyata kemudian lahan atas nama YC dialihkan ke NH seharga Rp 700 ribu. Lantas, dari NH, lahan dilepas kepada Pemerintah Kota Malang seharga Rp 1,7 juta.
EKO WIDIANTO
Baca juga:
Fahri Hamzah: Jokowi Kayak Enggak Pede
PKS: Pilkada oleh DPRD Usulan SBY
Istri AKBP Idha Endri Ditahan
Jokowi Pastikan Ubah APBN 2015
Gerindra Usung Taufik sebagai Pengganti Ahok