TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sapto Anggoro mengatakan akan meminta penegak hukum kembali merujuk pada Undang-Undang Telekomunikasi dalam menangani kasus eks Direktur Utama IM2 Indar Atmanto. Ia mengatakan tuduhan melakukan korupsi dalam penggunaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indonesiat terhadap Indar tidak sesuai dengan Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999.
Dalam kasus ini, Indar dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi selama 2006-2012 sehingga merugikan negara Rp 1,36 triliun. Padahal, kata Sapto, semua penyedia layanan Internet di Indonesia melakukan hal yang sama dengan Indosat-IM2.
Baca Juga:
"Karena Indar divonis bersalah oleh pengadilan, lalu diperkuat putusan kasasi MA, berarti seluruh penyedia layanan Internet yang menggunakan pola seperti dilakukan Indosat dan IM2 juga bersalah, dong," kata Sapto saat dihubungi, Selasa, 23 September 2014.
Menurut Sapto, jaringan Indosat disebut tak boleh dipakai pihak lain karena diperoleh dengan jalan tender.
Sapto menduga ada kongkalikong antara jaksa dan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mengadukan Indosat dengan modus pemerasan. Lembaga dan orang yang sama melakukan modus serupa terhadap Telkomsel. "Tapi oleh Telkomsel diadukan balik ke polisi dan pimpinan LSM itu sudah dihukum karena terbukti melakukan pemerasan," kata Sapto. Menurut Sapto, aneh bahwa laporan dari orang yang terbukti pernah melakukan pemerasan ternyata masih ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. "Kan sudah terbukti pelapor itu cacat hukum, tapi justru proses hukum dari orang yang cacat hukum masih saja diteruskan," katanya.
Ada juga kejanggalan lain, kata Sapto, yaitu kasus ini selalu dibuka di tempat si jaksa penuntut pindah tugas. Selain itu, kata dia, Indar dituduh melakukan korupsi, tapi tak memperkaya diri sendiri, melainkan perusahaan. "Lah, memperkaya perusahaan kan memang tugasnya direktur," kata Sapto.
Kasus ini bermula pada 2007 saat Indosat mendapat jatah jaringan frekuensi 3G bersama Telkomsel dan XL. Indosat memasarkan frekuensi ini sebagai pita lebar (broadband) Internet melalui anak usahanya, IM2.
Kejaksaan mempersoalkan kerja sama Indosat dan IM2, karena IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan pada frekuensi tersebut. Dengan demikian, IM2 dianggap tidak berhak memanfaatkan jalur tersebut. IM2 juga tidak memiliki izin penyelenggara 3G, karena izin penyelenggara dimiliki Indosat.
Kejaksaan menilai IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah. Kasus ini kontroversial karena dinilai banyak mengandung kejanggalan. Misalnya, ihwal kerugian negara yang datanya berdasar audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun belakangan pengadilan tata usaha negara telah memastikan bahwa audit BPKP itu cacat hukum. Kejanggalan lainnya adalah Indosat telah membayar biaya upfront fee Rp 320 miliar dan biaya penggunaan frekuensi Rp 1,37 triliun, namun hakim tetap sependapat dengan jaksa bahwa negara telah dirugikan. (baca: Vonis Janggal Kasus Indosat)
Kasus ini menjerat lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Indosat periode 2007-2009, Johnny Swandi Sjam; Direktur Utama PT Indosat periode 2009-2012, Harry Sasongko Tirtotjondro; dan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) periode 2006-2012, Indar Atmanto. Dua tersangka lainnya adalah korporasi, yakni PT Indosat dan PT IM2.
Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 8 Juli 2013, Indar dihukum empat tahun penjara dan didenda Rp 200 juta. Adapun Indosat dihukum membayar uang pengganti Rp 1,3 triliun. Di Pengadilan Tinggi Jakarta, putusan itu diperberat menjadi hukuman 8 tahun penjara. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi itu, yang artinya memperkuat putusan Pengadilan Tinggi. Dan Selasa, 16 September lalu, Kejaksaan Agung mengeksekusi Indar, yang dibawa langsung ke Penjara Sukamiskin, Bandung. Menurut pihak keluarga dan pengacara Indar, eksekusi itu dilakukan tanpa menunjukkan petikan atau salinan putusan MA (baca: Dieksekusi, Keluarga Indar Atmanto Kebingungan)
TRI ARTINING PUTRI