TEMPO.CO , Makassar:Alunan musik berirama cepat terdengar merdu. Kombinasi irama gambus, perkusi, flute, selo, akordeon, biola, calempong, dan gambang menciptakan nada yang membuat pendengar berdecak kagum. Ratusan penonton yang berada di Gedung Kesenian Societeit de Harmonie Makassar, Selasa malam, 16 September 2014, hanya bisa menikmati permainan musik Riau Rhytm Chambers Indonesia. Sebab, kelompok musik beranggotakan delapan orang itu menggunakan bahasa Melayu Kampar dalam mengungkapkan syair-syairnya.
Meski begitu, Riau Rhtym sangat aktraktif dalam melibatkan penonton melalui musik tersebut. Kemeriahan tepuk tangan selalu mengiringi dan membuat para pemusik tambah bersemangat. Sesekali Rino Dezapati, sang komposer, mengajak para penonton untuk mengikuti irama yang sementara dimainkan dengan tepuk tangan, atau teriakan. (Baca juga: Musik Bermantra dari Sungai Kampar)
“Kebanggaan terbesar kami adalah karya kami diapresiasi. Standing ovation di akhir permainan adalah harga yang sangat mahal sekali nilainya,” kata Rino.
Bertajuk “Jejak Suara Suvarnadvipa”, dalam acara ini kelompok musik asal Riau tersebut mencoba memadukan musik tradisional dan modern. Genre musik Etno-Contempo merupakan kreasi mereka. “Sebenarnya jenis ini hanya berlaku dalam seni tari,” kata dia. Namun, bagi mereka, tak ada salahnya genre tersebut dimainkan dalam permainan musik.
Sembilan lagu yang mereka bawakan adalah Si Bono, Langkapuri, Lukah Gile, Indira Dunia, Pencalang Laut Embun, Dentang Denting Dentum, Sri Perca, Sound of Suvarnadvipa, dan Svara Jiwa. Lagu-lagu ini merupakan hasil riset selama bertahun-tahun. “Semua lagu memiliki landasan sejarah, bukan hanya hasil imajinasi,” kata dia.