TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo mengatakan unjuk rasa penolakan terhadap Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dilakukan oleh Front Pembela Islam merupakan hak setiap warga negara. Namun, kata dia, unjuk rasa tersebut tak bisa menganulir beleid yang menyatakan wakil gubernur secara otomatis akan menggantikan gubernur definitif yang mengundurkan diri.
"Saya pikir konstitusi jelas menyatakan bahwa wakil gubernur akan menggantikan gubernur definitif yang mengundurkan diri," kata Jokowi di Balai Kota, Rabu, 24 September 2014. (Baca: Atasi Demo FPI, Polisi Siapkan 500 Personel)
Hari ini kelompok FPI menggelar aksi unjuk rasa penolakan Ahok sebagai gubernur setelah Jokowi mengundurkan diri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Ahok secara otomatis akan menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. (Baca: FPI Demo Ahok di DPRD, Akan Ada Pengalihan Arus)
Jokowi berujar, warga dari suku, agama, ras, dan golongan mana pun berhak mengajukan diri sebagai kepala daerah. Kriteria tersebut, kata dia, tak bisa bisa menjadi alasan untuk menggulingkan kepala daerah yang terpilih melalui pemilihan umum dan sedang menjabat. "Konstitusi sudah jelas," kata dia. (Baca: FPI Hari Ini Kerahkan Massa ke DPRD DKI)
Pada kesempatan yang berbeda, Ahok tak mengkhawatirkan isu SARA yang diusung FPI. Ia menuturkan kejadian serupa pernah dialami saat dia menjabat Bupati Belitung Timur. Saat itu, Fraksi Partai Bulan Bintang menguasai 55 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangka Belitung. "Enggak ada gunanya menonjolkan SARA, yang penting kesejahteraan," ujar dia.
LINDA HAIRANI
Berita Terpopuler
3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Ayah Ade Sara Sempat Tak Kenali Jenazah Anaknya
Pengamat: Kasus IM2 Ancam Industri Jasa Internet