TEMPO.CO, Jakarta - Fatimah, 90 tahun, tak kuasa menahan kesedihan sekaligus kemarahannya atas gugatan perdata yang dilayangkan anak kandungnya atas kepemilikan tanah dan rumah yang telah mereka tempati sejak tahun 1989.
Tak tanggung-tanggung, selain menuduhnya menggelapkan sertifikat rumah itu, Nurhanah, 50 tahun, anak keempat Fatimah, menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 miliar. "Sudah benar-benar kelewatan, anak sudah tidak melihat ibunya sendiri," katanya sambil tersedu saat ditemui Tempo di rumahnya di Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis, 25 September 2014.
Nenek tua rentah yang sering sakit-sakitan ini mengaku sama sekali tidak menduga jika tanah yang telah mereka beli dari Nurhakim, suami Nurhanah, tahun 1987 itu kini berujung ke meja hijau. "Kenapa tidak diselesaikan secara kekeluargaan saja. Kan, saya ibu kandungnya yang melahirkan," katanya.
Janda beranak delapan ini diurus oleh tiga anak perempuannya, yaitu Rohmah, 48 tahun, Marhamah (45), dan Amas (43) yang statusnya sama-sama tergugat dalam perkara ini. Kini mereka hanya pasrah menanti hasil persidangan. "Sakit sekali hati saya. Dia sudah tidak saya akui lagi sebagai anak," katanya.
Sejak sengketa tanah meruncing tahun 2011 lalu, kesehatan Fatimah terus menurun. Ia sempat sakit selama tiga bulan sampai berat tubuhnya terus menyusut. "Berat badan ibu turun sampai 20 kilogram," kata Amas, anak bungsu Fatimah.
Menurut Amas, ibunya stres dan syok karena gugatan Nurhanah kepada mereka.
Fatimah dan ketiga anaknya yang menempati rumah yang dibangun di atas lahan seluas 397 meter di Kelurahan Kenanga, Cipondoh, digugat oleh saudara kandung mereka, Nurhanah, dan suaminya, Nurhakim.
Pasangan suami istri itu menuding Fatimah dan ketiga anaknya itu menggelapkan sertifikat tanah tersebut dan mengajukan gugatan Rp 1 miliar. Kini kasus ini sedang dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Kuasa hukum Nurhana dan Nurhakim, Luhut Sinaga, mengatakan gugatan perdata terpaksa dilayangkan karena perundingan damai gagal. tersebut. "Makanya klien kami mengugat ke pengadilan," kata Luhut saat dihubungi Tempo, Kamis, 25 September 2014.
Menurut Luhut, masalah sengketa tanah warisan ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena Fatimah dan tiga anaknya yang menempati rumah di atas lahan sengketa itu tidak mau mengalah dan memberikan ganti rugi. "Mereka malah seolah-olah sudah menang dan mengklaim sebagai pemilik sah tanah itu," kata Luhut.
Tanah seluas 397 meter persegi yang di atasnya sudah terbangun rumah permanen milik Fatimah bersertifikat atas nama S. Nurhakim, 70 tahun, suami dari Nurhana. Menurut Luhut, pada 1987, Fatimah meminjam sertifikat tanah tersebut untuk suatu kepentingan. "Tapi ketika sertifikat itu mau diambil, mereka malah menjanjikan sejumlah uang dari Rp 20 juta sampai Rp 50 juta," kata Luhut.
AYU CIPTA | JONIANSYAH
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh