TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan pertarungan sengit di antara calon anggota legislatif menjadi salah satu faktor pemicu besarnya ongkos politik dalam kampanye. "Calon anggota parlemen bersaing untuk mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya," kata Bambang di Jakarta, Kamis, 25 September 2014.
Menurut Bambang, persaingan ini tidak hanya terjadi di antara calon dari partai politik yang berbeda. Namun iklim kompetisi juga tercipta di antara kader-kader partai yang sama yang hendak bertarung memperebutkan kursi parlemen. "Lebih-lebih jika kompetensi calon terbatas, sehingga lonjakan ongkos politik makin signifikan untuk menggaet suara pemilih." (Baca: Pengesahan RUU Pilkada, 3.000 Orang Demo di DPR)
Menurut Bambang, ada paradoks yang terjadi. Politik uang merupakan kontribusi langsung dari para calon anggota legislatif. Mereka merasa tak cukup kompeten menyodorkan program kerja kepada rakyat sekaligus dihadapkan pada iklim kompetisi yang ketat dengan caleg lainnya. "Tidak adil bila koreksi pada pemilihan langsung yang dituding menyuburkan praktek politik uang dibebankan pada kesalahan pemilih saja," kata Bambang. (Baca: Dinasti Politik Dibatasi di RUU Pilkada)
Sebelumnya, polemik soal sistem pemilu mencuat seusai pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah digulirkan. Beleid tersebut ingin mengubah sistem pemilihan kepala daerah dari langsung menjadi terbatas oleh parlemen.
Koalisi Merah Putih gencar mengupayakan pengesahan beleid tersebut. Salah satu argumen partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di pemilu presiden 2014 itu ialah pemilu langsung menyerap biaya banyak dan rawan politik uang.
RAYMUNDUS RIKANG
Berita lain:
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh