TEMPO.CO, Pamekasan - Tak seluruh harga garam produksi petani anjlok pada musim panen tahun ini. Harga garam yang diproduksi menggunakan teknologi geomembran terbukti masih berjaya. (Baca berita sebelumnya: Produksi Garam Rakyat Semakin Tergencet)
"Garam produksi geomembran lebih mahal dibanding garam produksi tanah," kata Muhammad, petani garam geomembran di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Kamis, 26 September 2014.
Menurut Muhammad, selisih harga garam produksi tanah dengan geomembran mencapai Rp 150 per kilogram. "Garam biasa harganya 450 per kilogram, garam geomembran dibeli 600 per kilogram oleh pabrikan," ujarnya.
Dari sisi produksi, tutur Muhammad, produksi garam geomembran lebih banyak 40 persen daripada garam biasa. Jika per hektare garam tanah memproduksi 100 ton sekali panen, teknologi geomembran menghasilkan 140 ton garam per hektare. Tak hanya itu, Muhammad mengklaim kualitas garam geomembran setara garam premium yang diproduksi perusahaan negara PT Garam.
Sekertaris Jenderal Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) Faisol Baidowi membenarkan pernyataan Muhammad. Sayangnya, kata dia, teknologi geomembran belum bisa diterapkan oleh seluruh petani karena membutuhkan investasi awal yang cukup besar. "Sekitar Rp 18 juta per hektare," katanya.
Sejak diperkenalkan Kementerian Kelautan setahun lalu, ujar Faisol, teknologi geomembran baru bisa dinikmati petani bermodal besar. Data A2PGRI menyebutkan, di Kabupaten Sumenep, dari 800 ribu hektare lahan garam rakyat, baru 90 hektare lahan yang menerapkan geomembran. "Teknologi geomembran ini berupa lahan tanah diberi rak kayu besar kemudian dilapisi plastik untuk produksi garamnya," tuturnya.
MUSTHOFA BISRI
Terpopuler
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh
6 Orang Mati, Vonis Anas, dan Skandal Hambalan