TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menuding Partai Demokrat membohongi masyarakat melalui manuver politik selama pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. (Baca: Drama Penghapusan Pilkada Langsung)
"Demokrat bikin ada opsi ketiga agar terkesan menolak pemilihan lewat DPRD," kata Ari ketika dihubungi, Jumat, 26 September 2014. Menurut Ari, akal-akalan ini terlihat dari pilihan-pilihan yang ditawarkan oleh Demokrat. (Baca: Dilema Setelah RUU Pilkada Diketok)
Ari menuturkan, Demokrat sebenarnya sudah paham bahwa syarat yang mereka ajukan akan ditolak. Menurut Ari, partai berlambang mirip logo Mercy itu ingin menjaga citra positif di depan masyarakat.
Bahkan, Ari melanjutkan, sejak awal pun Demokrat sudah terkesan mendukung Koalisi Merah Putih. "Indikasinya kuat saat mereka keluar sidang." Aksi walkout Demokrat kemarin lebih menguntungkan partai pendukung revisi Undang-Undang Pilkada. (Baca: RUU Pilkada, SBY Minta Dalang Walkout Diusut)
Dalam rapat paripurna yang berlangsung kemarin malam, Demokrat mengajukan 10 koreksi pada ketentuan pemilihan langsung. Opsi ketiga ini masuk dalam lobi pembahasan revisi UU Pilkada, namun ditolak fraksi-fraksi lain. Penolakan ini membuat Fraksi Demokrat memutuskan melakukan walkout. (Baca: Demo RUU Pilkada, 3 Mahasiswa Ditangkap, 1 Polisi Luka)
Pada akhirnya, DPR, melalui voting rapat paripurna, mengesahkan revisi yang mengatur ketentuan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Suara fraksi-fraksi pendukung presiden terpilih Joko Widodo--yakni PDI Perjuangan, Hanura dan PKB--kalah jauh oleh suara Koalisi Merah Putih yang terdiri atas Gerindra, Golkar, PAN, PPP, dan PKS.
SYAILENDRA
Berita terpopuler:
RUU Pilkada, Kubu Jokowi di Ambang Kekalahan
Bendera PKS Dibakar, Jumhur: Massa Marah
Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237
LBH Jakarta: Ahok Bisa Laporkan FPI