TEMPO.CO, Pekanbaru - Tokoh masyarakat Riau yang juga mantan Menteri Dalam Negeri, Syarwan Hamid, mengaku tak terkejut ketika mendengar kabar Gubernur Riau Annas Maamun ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Syarwan sudah menduga Annas tidak akan lama memimpin Riau dengan gaya kepemimpinan yang brutal. (Baca: Gubernur Riau Tertunduk Saat Pakai Rompi KPK)
"Ini sudah lama dipersoalkan. Annas memang tidak layak untuk diberi amanah," kata Syarwan kepada wartawan di Pekanbaru, Sabtu, 27 September 2014. Ketidaklayakan ini, menurut Syarwan, dipicu dengan banyaknya kesalahan yang dilakukan Annas sejak menjadi gubernur selama delapan bulan terakhir. (Baca: Gubernur Riau Jadi Tersangka Suap Rp 2 Miliar)
Syarwan menilai, sebagai seorang pemimpin, Annas tidak baik dalam bersikap di bidang pemerintahan, kepribadian, maupun etika dan moral. "Daftar kesalahan itu menjadi perhatian pemerintah pusat dan penegak hukum," dia melanjutkan. "Ketika gubernur melakukan kesalahan dan semua tiarap, akhirnya terjadi seperti pepatah melayu: 'Raja Alim, Raja Disembah. Raja Lalim, Raja Disanggah'."
Meski demikian, Syarwan melanjutkan, kasus yang menjerat Annas mesti menjadi pelajaran bagi masyarakat Riau serta pejabat yang diberi amanah. Syarwan menilai hal itu juga terjadi akibat sistem kontrol dari lembaga legislatif, Lembaga Adat Melayu, dan media di daerah masih lemah. Akibatnya, penguasa seperti Annas Maamun menjadi raja kecil yang berlaku sesuka hati. (Baca juga: Musibah Besar, 3 Gubernur Riau Berakhir di KPK)
Syarwan mengaku pernah mengingatkan Annas sebelum menjadi gubernur. Dia meminta Annas untuk mengubah sikapnya. "Namun, setelah dilantik, Annas justru memutuskan komunikasi, bahkan mencekal saya," kata Syarwan.
RIYAN NOFITRA
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD | Parkir Meter | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
UU Pilkada Tak Berlaku di Empat Daerah Ini
Pilkada, PPP: Demokrat Mainkan Skenario Prabowo
Prabowo Senang Pilkada Langsung Dihapus
UU Pilkada, Netizen Minta SBY Stop Bersandiwara
SBY Kontak Pramono Sebelum UU Pilkada Direvisi