TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aria Bima, menyatakan partainya akan membangun monumen jika gugatan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ditolak Mahkamah Konstitusi. Monumen itu menjadi simbol dicabutnya hak politik rakyat. "Monumen akan didirikan di kabupaten dan kota," kata dia seusai menghadiri diskusi bertajuk Drama Paripurna di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 September 2014.
Menurut Aria, monumen itu dibangun oleh partai-partai yang mengusulkan Pilkada tidak langsung. Selain membangun monumen, PDIP berniat mengajukan uji materi Undang-undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. (Baca: Kekecewaan pada SBY Menjalar sampai Amerika).
Aria mengatakan upaya hukum ini dilakukan demi memperjuangkan ideologi. "Kalau cuma soal kekuasaan, apa sulitnya bagi-bagi kekuasaan," ujar anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu. Pembagian kekuasaan, menurut Aria, bisa dilakukan sejak pencalonan Joko Widodo sebagai kandidat presiden. Sebab, semua partai diajak berkoalisi dengan PDIP. "Misalnya bagi saja 34 kursi menteri, selesai," ujar Aria. (Baca: Dua Cara SBY Selamatkan Citra di UU Pilkada).
Jumat, 26 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang Undang Pilkada melalui voting. Dalam undang-undang tersebut, kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Partai pendukung opsi pilkada tidak langsung ini adalah Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan Golkar. (Baca juga: RUU Pilkada Sah, Priyo dan Novanto Dipuji Ical).
SINGGIH SOARES
Berita Terpopuler
UU Pilkada, Netizen Minta SBY Stop Bersandiwara
Ngaku Kecewa, SBY Berat Tanda Tangani UU Pilkada
Tagar ShameOnYouSBY Turun, SBY Tetap Dirisak
PPP: Amarah SBY Melengkapi Skenario