TEMPO.CO, Jombang - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutus pemilihan kepala daerah tidak langsung atau lewat DPRD. Atas Revisi Undang-undang Pilkada yang telah disahkan DPR itu, sejumlah kiai Nahdlatul Ulama (NU) berbeda pendapat soal manfaat dan mudharat pemilihan langsung dan tidak langsung, dari perspektif fiqih. (Baca: PPP Sebut 3 Kesalahan Fatal Koalisi Jokowi-JK)
"Seharusnya tetap pilkada langsung sesuai kaidah fiqih 'Maa laa yudroku kulluhu, laa yutroku kulluhu'. Artinya sesuatu yang tidak bisa dijalankan secara sempurna, tidak boleh ditinggalkan seluruhnya," kata pengasuh pondok pesantren Mambaul Ma'arif, Desa Denanyar, Jombang, KH Abdussalam Sokhib, Jumat, 26 September 2014. (Baca: UU Pilkada, Netizen Minta SBY Stop Bersandiwara)
Kiai yang akrab disapa Gus Salam ini lebih sepakat pilkada langsung dengan komitmen mengurangi cara-cara curang di dalamnya terutama politik uang. "Saya lebih setuju tetap pilkada langsung dengan memperbaiki sistem untuk mengantisipasi efek negatifnya," katanya. Gus Salam juga mendukung upaya judicial review UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. "Ini kemunduran demokrasi dan kembali ke Orde Baru."
Di lain pihak, ada kiai yang lebih setuju mekanisme pilkada dikembalikan ke DPRD untuk mengurangi atau mencegah dampak konflik horisontal akibat pilkada langsung. "Para kiai merasakan dampak konflik horisontal pra dan pasca pilkada langsung yang bisa lama sembuhnya," kata salah satu pengasuh pondok pesantren Darul Ulum, Desa/Kecamatan Peterongan, Jombang, KH Zahrul Azhar. (Baca: Ngaku Kecewa, SBY Berat Tanda Tangani UU Pilkada)
Terkait politik uang dalam pilkada, menurut kiai yang akrab dipanggil Gus Hans ini, sama-sama berpotensi terjadi dalam pilkada langsung maupun lewat DPRD. "Tapi setidaknya itu dilokalisir, biar mereka (anggota dewan) yang rusak (karena politik uang)," ujarnya. (Baca: Kelemahan Pilkada Melalui DPRD Seabrek, Apa Saja?)
Menurut Gus Hans, mudarat pilkada tidak langsung lebih ringan terutama dari segi dampak konfliknya. "Sesuai dengan kaidah fiqih 'Idza ta'arrodho dlororoini, daf'u akhfahuma'. Artinya jika ada dua mudarat atau bahaya saling berhadapan, maka diambil yang paling ringan," katanya. (Baca juga: Dua Cara SBY Selamatkan Citra di UU Pilkada)
ISHOMUDDIN
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD | Parkir Meter | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
Pilkada, Nurhayati Tak Jawab Soal Deal Pro-Prabowo
Istri Gus Dur: Nikah Beda Agama Lebih Baik dari...
Tagar ShameOnYouSBY Turun, SBY Tetap Dirisak
Ratusan Pistol Benny Moerdani Disimpan di Magelang