TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Jaringan Rakyat Miskin Kota mengumpulkan dukungan untuk mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Aturan ini disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat pekan lalu. “Kami memfasilitasi keresahan dan keluhan publik,” kata Krisbiantoro, Kepala Biro Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kontras, Ahad malam, 28 September 2014. (Baca: Sjarifuddin Sebut Nurhayati Biang Walkout Demokrat)
Dukungan itu dikumpulkan lewat penyerahan fotokopi kartu tanda penduduk masyarakat sebagai bukti pendaftaran calon penggugat undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi. Dalam dua hari terakhir, sudah terkumpul lebih dari 1.000 KTP. (Baca: Koalisi Prabowo Usulkan Pilpres oleh MPR Lagi)
Adapun Kontras masih menunggu tambahan dukungan selama lima hari ke depan. Krisbiantoro memperkirakan berkas uji materi akan siap dalam tiga pekan ke depan. “Selama dua pekan setelah pengumpulan KTP, Kontras akan berkoordinasi dengan semua penggugat, termasuk partai politik,” katanya, “agar saling melengkapi uji materi.” (Baca: Gugat UU Pilkada, SBY Dianggap Sumpah Palsu)
Pada Jumat dinihari pekan lalu, DPR mengesahkan revisi UU Pilkada yang menetapkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sejumlah kalangan menolak aturan yang dianggap memangkas hak politik rakyat tersebut. Sejumlah aktivis juga berencana mengajukan uji materi terhadap undang-undang itu. Mereka mengumpulkan dukungan baik secara langsung maupun melalui media sosial. (Baca: 'SBY Kecewa UU Pilkada, tapi Rakyat Tidak Bodoh')
Rencananya, organisasi kepala daerah pun akan mengajukan gugatan. Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menyatakan dukungan kepada organisasi kepala daerah yang akan menggugat aturan itu. "Kami menyayangkan, karena proses demokrasi mengalami kemunduran drastis," ujar politikus Golkar ini. (Baca: Pengamat: RUU Pilkada Balas Dendam Kubu Prabowo)
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah juga menyatakan dukungan. Dia menganggap pengesahan aturan pemilihan kepala daerah oleh DPRD itu dipaksakan. “Kepala daerah nantinya lebih memprioritaskan kepentingan partai dibanding rakyatnya,” kata Nurdin kepada Tempo. Dia mengatakan penetapan UU Pilkada itu akan membebani pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. (Baca: 2 Alasan Lucu Soal SBY Gugat UU Pilkada)
Reaksi penolakan terhadap aturan itu juga marak dilakukan warga negara Indonesia di luar negeri. Warga Indonesia di Washington, Amerika Serikat, misalnya, melakukan unjuk rasa pekan lalu. Unjuk rasa ini dilakukan di depan Hotel Wiliard pada Sabtu lalu. Di hotel inilah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan rombongan menginap. (Baca: 5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan)
"Mereka membawa poster-poster yang bertuliskan 'Demokrasi Indonesia telah mati' dan 'RIP Indonesia democracy' sambil berorasi," kata anggota staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington, DC, Yekti Sakanti Sayogi. Beberapa demonstran membawa poster yang ditujukan langsung kepada Yudhoyono. (Baca: Membaca Tujuan Akhir UU Pilkada Versi Prabowo)
Aksi serupa akan berlangsung di New York. “Kami akan demo di New York,” kata mahasiswa asal Indonesia, Irma Hidayani, kemarin. Aksi yang akan digelar di Times Square itu melibatkan sejumlah warga Indonesia di New Jersey dan Philadelphia.
“Kami kecewa lantaran hak pilih warga negara dicabut DPR,” katanya. Irma menganggap pengesahan UU Pilkada sebagai cermin kemunduran proses demokrasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. “Ini pukulan bagi kita semua.” (Baca: UU Pilkada, Netizen Minta SBY Stop Bersandiwara)
EDWIN FAJERIAL | YOLANDA RYAN ARMINDYA | MUHAMMAD YUNUS | URSULA FLORENE SONIA | ANDRI EL FARUQI | RISANTI | RIKY FERDIANTO | TRI SUHARMAN
Berita Terpopuler:
2 Alasan Lucu Soal SBY Gugat UU Pilkada
'SBY Kecewa UU Pilkada, tapi Rakyat Tidak Bodoh'
#ShameOnYouSBY Hilang, Muncul #ShamedByYou
5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan
Cari Dalang UU Pilkada, SBY Diminta Introspeksi