TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemerintah tidak harus membayarkan uang ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo. "Pada putusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah ditugaskan untuk memastikan korban Lapindo di luar area terdampak harus mendapatkan ganti rugi," tuturnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad, 28 September 2014. (Baca: Ditanggung APBN, Korban Lapindo Gelar Istighasah)
Menurut dia, kewajiban pemerintah adalah memaksa PT Minarak Lapindo Brantas membayarkan ganti rugi kepada seluruh korban. Namun, Chatib menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo agar bisa memaksa Lapindo membayarkan sisa ganti rugi tersebut. (Baca: Pengusaha: Tunggakan Lapindo Rp 1, 2 Triliun)
Sebelumnya, hasil rapat Kementerian Pekerjaan Umum bersama Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Pemerintah Kota Sidoarjo merekomendasikan agar pemerintah melunasi sisa pembayaran dana ganti rugi Lapindo sebesar Rp 781 miliar. Dana tersebut bisa diambil dari APBN setelah mendapat persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: Tim Transisi: Jokowi Akan Evaluasi Kasus Lapindo)
Sementara itu, berdasarkan putusan MK dengan nomor perkara 83/PUU-IX/2013, negara dengan kekuasaan yang ada padanya harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi sebagaimana mestinya terhadap masyarakat di dalam wilayah peta area terdampak oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu.
Chatib menjelaskan jika pemerintah mendapatkan aset dari Lapindo setelah membayarkan ganti rugi tersebut, itu berarti pemerintah memberikan dana talangan kepada Lapindo. "Kalau mekanisme pembayarannya seperti itu, itu berarti pemerintah tidak mengganti. Itu lain soal," kata Chatib.
Saat ditemui Tempo pekan lalu, PT Minarak Lapindo Jaya berjanji akan mematuhi putusan pemerintah mengenai penanggulangan lumpur di Sidoarjo. Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengaku telah bersurat ke Badan Penanganggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Kamis lalu, terkait dua opsi penangananan lumpur sesuai hasil rapat koordinasi BPLS pada Rabu lalu.
Andi menegaskan pihaknya tidak pernah menyerah ataupun lari dari tanggung jawab penanggulangan lumpur Sidoarjo. "Kami tidak menyerah. Kami taat dan mematuhi apa pun putusan pemerintah," ujar dia, Jumat, 26 September di Makassar. Pihaknya berharap persoalan ini bisa selesai sebelum pergantian pemerintahan.
Dalam surat ke BPLS, ada dua opsi yang ditawarkan mengenai penanggulangan lumpur Sidoarjo, yakni menggunakan dana talangan pemerintah. Opsi kedua adalah penyelesaian pembayaran diambil alih pemerintah sehingga sebagian aset akan menjadi hak milik pemerintah. Kedua opsi itu dinilai sebagai solusi terbaik penanganan masalah yang tak kunjung tuntas ini.
Berdasarkan data PT Minarak Lapindo Jaya, Andi mengklaim telah menyelesaikan 80 persen berkas ganti rugi yang disebut sebagai jual beli. "Tersisa 3174 berkas dari total 13237 berkas. Sisa pembayaran yang belum selesai Rp 781 miliar dari Rp 3,8 triliun," tutur pria yang juga menjabat Ketua Umum KONI Sulawesi Selatan ini.
GANGSAR PARIKESIT | TRI YARI KURNIAWAN
Berita Terpopuler
2 Alasan Lucu Soal SBY Gugat UU Pilkada
'SBY Kecewa UU Pilkada, tapi Rakyat Tidak Bodoh'
5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan
Cari Dalang UU Pilkada, SBY Diminta Introspeksi
5 Alasan iPhone 6 Bakal Dianggap Produk Gagal
Mourinho: Chelsea Belum Sempurna
Gugat UU Pilkada, SBY Dianggap Sumpah Palsu