TEMPO.CO, Storrs - Penemuan arkeologis di Armenia menunjukkan bahwa teknik pembuatan alat batu Levallois bukan hanya berasal dari daratan Afrika. Temuan ini juga menyanggah anggapan sebelumnya yang menyebutkan peradaban batu di seluruh dunia berasal dari proses eksodus manusia Afrika.
Antara 200-300 ribu tahun lalu di Eurasia dan Afrika, manusia purba mengembangkan metode pembuatan alat batu yang cukup maju yang dikenal dengan teknologi Levallois. Disebut begitu karena pertama kali ditemukan di Prancis.
Teknik pembuatan Levallois adalah membentuk pecahan batu dari ukuran tertentu menjadi sebuah alat. Ujung-ujung batu tersebut diasah supaya tajam dengan alat pemangkas. Walhasil, batu itu menjadi alat-alat seperti pisau dan semacamnya untuk berburu.
Sebelum mengenal teknik Levallois, manusia purba menggunakan teknik bifacial. Teknik ini biasanya menghasilkan kapak batu dengan cara membuang ujung-ujung yang tajam. Tapi, menurut beberapa arkeolog, teknik ini lebih menghabiskan banyak bahan dalam proses pembuatan alat dibandingkan teknik Levallois. (Lihat foto: Artefak Berlapis Emas Hilang di Museum Gajah)
Para ahli arkeologi percaya bahwa teknik Levallois diciptakan di Afrika dan akhirnya menyebar ke daratan Eurasia saat manusia Afrika eksodus. Akibatnya, cara ini menginvasi teknik bifacial manusia lokal. Namun, tim peneliti dari University of Connecticut, Amerika Serikat, menemukan teknologi Levallois di daratan Eurasia secara independen.
Tim menuliskan hasil penggalian dari situs arkeologi Armenia ini di jurnal Science, pekan lalu. Situs tersebut dikenal dengan nama Nor Geghi 1, atau NG1. Pada 1990-an, saat militer Armenia ingin meratakan tanah di atas situs tersebut, mereka menemukan beberapa artefak. Kemudian, pada 2008 situs tersebut mulai digali. (Baca juga: Gua Pawon, Rumah Orang Bandung Purba)
Situs Nor Geghi 1 menunjukkan umur tanah antara kisaran 200-400 ribu tahun. Analisis sedimen dan abu vulkanik yang tertera pada artefak juga menunjukkan umur 325-335 ribu tahun.
"Saat itu dataran ini merupakan dataran yang indah dan lengkap dengan vegetasinya, serta iklim yang mirip dengan saat ini," kata pemimpin penelitian Daniel Adler, pakar arkeologi paleolitik dari University of Connecticut, seperti dikutip Livescience.com, Senin, 29 September 2014.
Artefak batu, yang terbuat dari batuan vulkanik obsidian, mengungkapkan bahwa penduduk di daerah itu menggunakan teknik bifacial dan Levallois pada waktu bersamaan. "Bukti awal penggunaan teknik tersebut," Adler menambahkan. Populasi di sana, menurut dia, tampaknya mengembangkan dua teknik tersebut.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa inovasi teknik pembuataan alat batu terjadi secara sporadis dalam waktu yang singkat pada masa lampau. Bisa dibilang, kata Adler, manusia purba memiliki inovasi teknologi yang beragam.
Menurut hasil analisis karbon, bahan batuan untuk membuat alat batu tersebut sama dengan batuan di lokasi yang berada 120 kilometer dari situs. Hal ini menunjukkan eksploitasi bahan didapat dari beragam wilayah.
Memang belum jelas siapa yang memproduksi artefak di situs ini. Hanya, beberapa artefak tersebut lebih tua dari munculnya manusia modern, yang muncul sekitar 200 ribu tahun lalu di Afrika.
AMRI MAHBUB
Berita Lainnya:
Greysia, Beda Karakter Kompak di Lapangan
Asian Games, Indonesia Bisa Raih 3 Medali Hari Ini
Keliru Merotasi Pemain, Inter Milan Kalah Telak