TEMPO.CO, Batu - Wisata petik apel di Kota Batu semakin digemari wisatawan sejak lima tahun terakhir. Wisatawan berasal dari seluruh Nusantara dan negara di Asia dan Eropa. "Banyak biro perjalanan dan wisatawan langsung menuju kebun buah apel para petani," kata Bendahara Kelompok Tani Makmur Abadi (KTMA), Pramono, Ahad, 28 September 2014.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke wisata petik apel KTMA awalnya setiap tahun berkisar sekitar 6 ribu pengunjung. Namun, saat ini naik menjadi 26 ribu pengunjung. Wisatawan dari berbagai daerah di Nusantara, bahkan wisatawan asing dari negara di Asia dan Eropa, terus berdatangan. Turis asing yang paling banyak mengunjungi wisata petik apel berasal dari Malaysia dan Singapura.
Wisata petik apel tak hanya didominasi perusahaan besar. Kelompok tani dan petani pun mulai melirik. KTMA sendiri memulai mengembangkan wisata petik apel sejak 2005. Kebun apel milik anggota disiapkan dengan produksi secara bergilir. Dengan demikian, setiap hari pengunjung bisa melihat dan memetik buah apel dan mencicipi langsung dari pohon. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pertama menikmati wisata buah apel," katanya.
Pengunjung cukup membayar Rp 20 ribu dan bisa makan buah apel sepuasnya. Sedangkan jika pengunjung hendak membawa pulang buah apel, buah itu dijual seharga Rp 15-20 ribu. Tergantung ukuran dan jenis apel yang dipetik. Dengan wisata petik apel, harga jual apel lebih mahal dibanding bila dijual ke tengkulak. Harga jual petani ke tengkulak seharga Rp 9-10 ribu per kilogram.
Pramono cukup bangga pamor usaha wisata petik apel bersinar. Bahkan, mereka kewalahan sampai-sampai tanaman apel habis untuk kunjungan wisata. Kebun apel anggota KTMA di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ini disiapkan untuk petik setiap hari. Dengan demikian, wisatawan bisa datang setiap saat untuk memetik apel segar dari kebun.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Mistin menjelaskan petik apel menjadi salah satu pengembangan desa wisata. Total dikembangkan 12 desa wisata dengan potensi dan kearifan lokal di masing-masing desa. Seperti wisata petik bunga mawar di Desa Gunungsari, tanaman dan bunga hias di Desa Sidomulyo, dan sayuran di Desa Sumberrejo.
Sedangkan Desa Sumbergondo menyajikan wisata pengolahan apel menjadi keripik dan sari buah apel. Ia menargetkan desa wisata terus berkembang dan menjadi wisata alternatif selain obyek wisata yang dikelola perusahaan besar. "Menjadi alternatif, tak bisa dibandingkan dengan obyek wisata besar," katanya.
Hasilnya, kunjungan wisata ke Batu melonjak signifikan. Pada 2011, jumlah wisatawan sebanyak 2,5 juta orang, tahun 2012 naik menjadi 4 juta orang, dan tahun 2013 naik menjadi 5 juta. Kota Batu, katanya, menjadi salah satu tujuan utama pariwisata di Jawa Timur.
EKO WIDIANTO
Berita lain:
5 Alasan iPhone 6 Bakal Dianggap Produk Gagal
Tagar #ShameOnYouSBY Dominasi Perbincangan Netizen
Usai Pilpres, Dua Kali Demokrat Plin-plan