TEMPO.CO, Yogyakarta - Konflik pengelolaan gua wisata Pindul di Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta, merembet ke permasalahan lain. Sekelompok lembaga swadaya masyarakat justru melaporkan bupati dan wakil bupati kabupaten itu ke polisi dan kejaksaan.
Selain melaporkan Bupati Badingah dan Wakil Bupati Imawan Wahyudi, LSM Gunungkidul Corruption Wacth juga melaporkan Sekretaris Daerah Budi Martono serta Subagyo sebagai ketua kelompok sadar wisata dan beberapa ketua kelompok lain. Sebab, para pejabat itu dinilai melanggar hukum dalam mengelola kawasan wisata itu. Lahan itu milik Atiek Damayanti, tapi pemilik lahan justru tak bisa mengelola karena dikuasai oleh pihak lain.
"Itu mengangkangi dalam pengelolaan. Itu aset personal, tetapi dimanfaatkan dengan melanggar hukum, juga tidak membayar pajak," kata M. Dadang Iskandar, Koordinator LSM Gunungkidul Corruption Watch, di Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 30 September 2014.
Pengelola dinilai tidak membayar pajak karena karcis masuk tidak resmi dan tidak atas persetujuan pihak terkait dalam pariwisata.
Pihak-pihak yang disebut telah melawan hukum adalah Bupati Gunungkidul Badingah, Wakil Bupati Imawan Wahyudi, Ketua Pokdarwis Dewa Bedjo Subagyo, Ketua Pokdarwis Wira Wisata Haris, dan Ketua Pokdarwis Panca Wisata Warman. Mereka yang saat ini masuk dalam lingkaran pengelolaan Gua Pindul dinilai telah melanggar antara lain Pasal 94 ayat 2a dan 3b UU SDA 7/2004 dan Pasal 170 karena merusak portal milik Atiek Damayanti, UU PRP 51 1960 Pasal 6 ayat 1abc, Perda 6/2011 Gunung Kidul Pasal 116 ayat 1.
Jajaran pemerintah dinilai telah membiarkan, membekingi, menerima setoran, menyalahgunakan, serta mengotaki kejahatan yang telah merugikan negara. Hingga kini para pejabat itu masih mengelola gua wisata itu.
Ziput Lokasari, ipar Atiek, menyatakan pemilikan lahan seluas 1 hektar itu dari atas hingga bawah lahan. Bukti lahan itu pemiliknya bernama Atiek Damayanti ada dalam sertifikat hak milik nomor 01335 dan 01336 di Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dalam sertifikat itu juga tertera gua Pindul.
Ia menyebut harga lahan yang dibeli pada 1999 dan terbit sertifikat pada 2001 sebesar Rp 800 juta. Lahan itu dulunya untuk ternak walet, termasuk dua buah bangunan di atasnya dan areanya meliputi kawasan wisata gua Pindul. "Kami hanya minta hak kami dikembalikan, bukan masalah uang yang dijanjikan per bulan," kata dia.
Enam orang dari LSM itu diterima oleh staf Intelijen Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Mashudi. Ia menyatakan kasus ini sudah dilaporkan kepolisian di Gunungkidul. Jika sudah dilimpahkan ke kejaksaan, maka pihaknya akan mendorong kejaksaan negeri setempat untuk menindaklanjuti. "Kalau sudah dilimpahkan ke kejaksaan, kami pasti akan mendorong kejaksaan negeri untuk memproses," kata dia.
MUH SYAIFFULAH
Baca juga:
Tolak UU Pilkada, SBY Bisa Buktikan dengan Perppu
Manajemen Girls Generation: Jessica Tekuni Fashion
MEA, Bea Masuk 3 Komoditas Tetap Tinggi
Tagar #WelcomeMrLiar Beredar, Ini Kata Istana