TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman Indonesia, Danang Girindrawardana, mengatakan jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengutip pungutan liar dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Salah satu penyebabnya yaitu belum adanya standar yang jelas mengenai waktu penyelesaian perizinan.
"Pegawai tak menjelaskan keseragaman persyaratan, tarif, dan waktu penyelesaian yang jelas," kata Danang di Balai Kota, Senin, 29 September 2014.
Danang menjelaskan, pungutan liar paling banyak dijumpai di Dinas Pariwisata dan Dinas Usaha Mikro Kecil-Menengah dan Perdagangan DKI Jakarta. Dari investigasi yang berlangsung pada April-September 2014, Ombudsman menemukan total Rp 1,2 miliar uang hasil kutipan tak resmi.
Investigasi menemukan modus yang biasa digunakan ialah pegawai menawarkan bantuan penyelesaian perizinan melalui gerai tak resmi dengan imbalan tertentu.(Baca: Ahok Ancam Turunkan Pangkat Pejabat Terlibat Pungli)
Selain itu, Danang berujar, hasil investigasi juga menyatakan masih ada perizinan yang dioper ke tempat lain dan setoran kutipan mengalir hingga ke pejabat di atasnya. Padahal, sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyatakan perizinan harus diselesaikan di satu tempat. "PNS-nya suka buka lapak sendiri," katanya.
Danang merinci, perizinan yang kerap menjadi lahan kutipan liar meliputi pengurusan surat keterangan domisili perusahaan, surat izin usaha perdagangan, tanda daftar perusahaan, dan izin usaha toko modern. Pengurusan tanda daftar usaha pariwisata hotel melati/akomodasi lainnya dan tanda daftar usaha pariwisata restoran/rumah makan juga tak luput dari kutipan para pegawai.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku prosedur pengoperasian standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu masih semrawut. Keadaan itu, kata dia, diperburuk oleh pegawai yang masih menggunakan peraturan gubernur yang tidak sudah tidak berlaku sebagai alasan mengutip pungutan. "Masih banyak juga yang mengoper ke satuan lain," kata Ahok, sapaan Basuki.(Baca: Parkir Liar di Monas Kembali Marak)
Ahok berujar, pemerintah DKI akan menyusun peraturan gubernur untuk menyusun seluruh prosedur standar penyelesaian perizinan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Nantinya, kertas berisi prosedur itu akan ditempel di setiap kantor pelayanan. Dengan begitu, ia mengatakan, pegawai yang masih kedapatan melanggar akan langsung diturunkan menjadi anggota staf fungsional. "Masa pengampunannya cukup dua tahun," kata Ahok.
LINDA HAIRANI
Baca juga:
The Goods Bakal Kembali Hadir di Plaza Indonesia
Bekas Dirut RSUD Indramayu Ditahan
Bandara di Bandung Malu-maluin
Geladi Kotor HUT TNI, Jadwal Kapal Diatur Ulang